Bismillah…
Saat saya menulis ini, saya merasakan Indonesia, negara yang saya cintai, sedang mendapatkan beberapa cobaan, terutama bagi masyarakatnya.
Indonesia baru saja melewati proses pemilihan Presiden yang sangat “mahal” menurut saya. Mahal yang saya maksud di sini bukanlah dari sisi biaya penyelenggaraan pemilihan umum, namun hilangnya lebih dari 440 nyawa masyarakat Indonesia dalam prosesnya.
Itu artinya, jumlah korban Pemilihan Umum tahun ini sudah mengalahkan bencana Tsunami Selat Sunda yang terjadi di penghujung tahun 2018.
Saat itu, gelombang tsunami meluluhlantakkan pesisir barat Pulau Jawa dan ujung selatan Pulau Sumatera. 430 orang dinyatakan meninggal dunia, 159 lainnya hilang, hampir 1.500 orang terluka, sementara hampir 22 ribu warga mengungsi.
Dari perhitungan kasar di atas, skala korban meninggal dalam proses Pemilihan Umum sudah lebih besar dari bencana nasional.
Apa solusinya?
Namun ini belum semua, beberapa hari sebelum pemilu, jika kita mundur sedikit kebelakang. Indonesia juga sempat dihebohkan dengan sebuah video dokumentasi yang berjudul “Sexy Killers“.
Batu bara adalah sumber daya yang berlimpah di Indonesia, harganya murah, mudah didapat karena ada dimana-mana, permintaan tinggi karena digunakan untuk pembangkit listrik.
Intinya bisa dengan cepat bisa membuat kaya seseorang. Sehingga membuat batu bara ini menjadi ranah yang seksi sekali untuk mendulang rupiah. Namun, ternyata, membunuh masyarakat yang berada disekitar aktivitas pertambangan batu bara tersebut.
Film ini dibuka dengan membongkar derita masyarakat yang hidup di seputar pertambangan batu bara.
Bagaimana hidup masyarakat tersebut berubah setelah kesulitan mengakses air bersih. Ditangkap polisi karena berusaha menyuarakan keberatan, ditangkap polisi lagi karena tidak bersedia menjual lahan atau tanah yang dimiliki/ ditempati kepada pihak pertambangan batu bara, dll.
Jadi apa solusinya? Kok tidak bisa dihentikan? Apa kompensasi yang diterima masyarakat yang sudah kehilangan akses ke air bersih, dan bahkan kehilangan anggota keluarga? Kok Polisi tidak bertindak?
Deddy Corbuzier pernah membahas pertanyaan-pertanyaan yang mirip dengan yang saya tanyakan di atas dalam sebuah videonya. Dan disitu ia menyatakan sesuatu seperti:
“Siapapun Presiden di Indonesia nanti, tetap tidak akan ada solusinya untuk masalah batu bara ini”.
Komentar Deddy di atas juga umum saya temukan di social media. Seperti sudah tidak ada harapan lagi. Siapapun yang terpilih sebagai presiden, maka hasilnya akan sama.
Tapi, apakah benar tidak ada solusinya?
Daftar Isi
Pertanyaan Yang Tepat
Saya percaya, menemukan pertanyaan yang tepat, jauh lebih penting daripada menemukan jawaban/ solusi yang tepat.
Dari awal, pertanyaan yang muncul di dalam kepala saya saat melihat tantangan-tantangan besar di atas bukanlah “apa solusinya”, namun:
“Siapa yang bisa mengeksekusi solusinya?”
Kemungkinan besar, saat seseorang melihat tantangan-tantangan di atas, di dalam benaknya akan muncul solusi, bahkan mungkin beberapa potensi solusi.
Namun apakah orang tersebut bisa, atau tepatnya: Mau menjalankan solusi yang muncul di dalam kepalanya tersebut? Belum tentu.
Siapa yang bisa mengeksekusi sebuah sistem pemilihan yang jauh lebih efektif, dan mudah-mudahan tidak menimbulkan korban jiwa lagi?
Siapa yang bisa mengeluarkan masyarakat di seputar tambang batu bara dari derita mereka?
Dan “siapa” ini, kemungkinan besar bukan dari pemerintah.
Menurut saya, inovasi bukanlah tugasnya pemerintah.
Malah sebaliknya, jika Anda perhatikan polanya, di sebagian besar negara berkembang (seperti di Indonesia) pemerintah seringnya memiliki masalah untuk semua solusi atau inovasi yang dihadirkan oleh masyarakatnya.
Ingat kasus inovasi mobil listrik yang terkena regulasi pemerintah?
Dengan pernyataan ini, maka artinya saya tidak akan membahas politik dalam email ini. Bukan karena benar/ salah, tapi menurut saya tidak ada manfaatnya.
Jadi, Siapa?
Jadi siapa yang bisa berinovasi dan memiliki kemampuan untuk mengeksekusinya?
Menurut saya, jawabannya: Entrepreneur.
Dari Wikipedia, Entrepreneur (Wirausahawan) artinya:
Wirausahawan (bahasa Inggris: entrepreneur) adalah orang yang melakukan aktivitas wirausaha yang dicirikan dengan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun manajemen operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.[1]
Bingung membacanya? Sama… Saya juga.
Karenanya, saat ditanya, saya sering lebih suka menyederhanakan definisi dari entrepreneur, kira-kira jadi seperti ini:
Entrepreneur adalah seseorang yang memiliki visi (atau bisa juga mimpi) akan sesuatu dan mengajak orang lain untuk bersama-sama mewujudkan visi tersebut dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada, sambil terus bertumbuh dan berusaha mendapatkan sumber daya yang baru.
Entrepreneur memiliki pola pikir (mindset), cara pandang dan kebiasaan yang berbeda dari sebagian besar orang terutama di Indonesia.
Mayoritas masyarakat tidak akan paham, karena orang-orang seperti ini asing sekali, jumlah entrepreneur di Indonesia baru sekitar 3.1%.
Apa yang mereka tahu, kebanyakan tidak diajarkan disekolah. Jadi wajar jika saat mereka berbicara, otak-otak sekolahan sulit sekali menerimanya.
Saya yakin, kedua tantangan besar yang saya tulis di awal email ini, akan bisa selesai di tangan orang yang memiliki jiwa entrepreneurship yang tinggi.
Inovasi adalah bagian dari keseharian seorang entrepreneur, kadang karena terpaksa. Ini karena setiap hari mereka dipaparkan oleh masalah-masalah yang jarang dihadapi oleh orang lain.
Karenanya, mereka punya solusi yang tidak bisa dieksekusi oleh pemerintah, walaupun sumber daya seorang entrepreneur tentu saja tidak sebesar pemerintah.
Contohnya:
Gojek memiliki dampak dan kebermanfaatan yang lebih tinggi bagi UKM dan pebisnis skala mikro di Indonesia daripada Kementerian UKM.
Saya yakin kemungkinan besarnya adalah karena Gojek dibangun oleh orang-orang dengan jiwa entrepreneurship yang tinggi, dengan hanya mendengar percakapan Nadiem, dkk di podcast ini, Anda sudah bisa menangkap bahwa Nadiem dan orang-orang dibelakang Gojek, berpikir dengan cara yang sangat berbeda dari kebanyakan orang.
Di sisi lain, sepanjang 2014, saya pernah tour mengelilingi beberapa kota di Indonesia bersama dengan Kementerian Koperasi & UKM untuk mengisi pelatihan. Tentu saja sepanjang perjalanan saya ngobrol dengan banyak orang dari Kementerian tersebut.
Apa yang saya temukan disana benar-benar mengiris hati saya. Saya tidak menemukan program yang menurut saya akan berdampak bagi UKM. Tidak ada yang inovatif. Itu lagi-itu lagi. Pelatihan membuat kemasan lagi.
Pelatihan digital marketing yang rencananya saya isi saat itu juga berubah menjadi ajang pembuatan akun Facebook dan Facebook Page. Menyentuh permukaan digital marketingnya pun belum.
Namun ya lagi, seperti yang saya katakan, inovasi bukanlah tugasnya pemerintah. Bagaimana pemerintah bisa menemukan (dan mengeksekusi) masalah saluran distribusi produk dan distribusi promosi yang hampir selalu menggerogoti UKM di Indonesia?
Program apa yang pemerintah miliki saat itu?
Ya tidak ada, perasaan yang saya rasakan di tahun 2014 itu, mungkin sama persis dengan Deddy Corbuzier saat melihat video Sexy Killers. Siapapun pemerintahnya akan sama saja.
Namun, ternyata, solusi dari masalah ini muncul dari seorang Nadiem Makarim dan teman-temannya. Entrepreneurs yang bisa mengeksekusi solusinya, bukan pemerintah.
Kasus lain adalah masalah kekurangan air yang menerpa beberapa kawasan di Benua Afrika.
Siapa yang akhirnya muncul dengan solusinya? Bukan pemerintah, dan bahkan bukan lembaga kemanusiaan dunia.
Salah satu solusi paling berdampak itu muncul dari perusahaan yang bernama Watergen. Perusahaan ini memproduksi mesin yang bisa menghasilkan air dari udara bebas.
Artinya, saya yakin juga, tantangan-tantangan besar di Indonesia akan ketemu solusinya di tangan entrepreneur.
Kita butuh lebih banyak entrepreneurs. Kita harus mempersiapkan lingkungan kita untuk menghasilkan lebih banyak entrepreneur lagi.
Entrepreneurship Saja Tidak Cukup
Entrepreneur menurut saya adalah sosok terdekat dengan super hero yang kita miliki di dunia nyata.
Namun, seringkali, seseorang yang memiliki kekuatan super, justru berubah menjadi penjahat super juga.
Inilah yang terjadi jika entrepreneur hanya memikirkan keuntungan jangka pendek bagi dirinya sendiri.
Jika mereka bisa mengakibatkan kebermanfaatan yang besar, artinya mereka bisa mengakibatkan kehancuran yang besar pula.
Banyak masalah-masalah besar juga justru dihasilkan oleh entrepreneur. Lihat saja pada kasus Seksi Killers di atas, sumber masalahnya adalah entrepreneur juga.
Inilah yang terjadi jika kekuatan besar yang dimiliki seorang entrepreneur tidak dibekali dengan tanggung jawab yang besar. Jadinya justru kekuatan ini dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi, melawan semua norma, melawan hukum, bahkan memutarbalikkan fakta.
Mungkin Anda ingat, beberapa waktu yang lalu ada seorang anggota DPR (yang juga merupakan seorang entrepreneur) bisa dengan mudahnya makan di restoran padang, padahal ia masih dalam masa tahanan di penjara?
Keluar dari penjara untuk makan nasi padang.
Luar biasa.
Bagi sebagian besar masyarakat, tidak akan mengerti kenapa ini bisa terjadi?
Namun lagi, bagi entrepreneur, ini hanyalah “negosiasi“. Mereka terbiasa berpikir bagaimana memenangkan semua pihak (win-win) untuk nantinya mendapatkan kepentingan mereka sendiri. Prinsip ini berlaku dimanapun, termasuk di penjara.
Entrepreneur seperti ini terkadang TIDAK bisa “dilawan” dengan kekuatan peraturan pemerintah, atau bahkan hukum sekalipun.
Mereka punya kekuatan yang namanya: Negosiasi, atau kemampuan lobby yang kuat. Super. Kemampuan yang tidak dimiliki sebagian besar masyarakat.
Ini perumpamaannya mungkin mirip seperti ingin melawan Thanos tanpa Avengers.
Apakah Thanos akan menuruti peraturan yang berlaku di tempat jajahannya? Saya ragu.
Pemerintah dan sebagian besar masyarakat mungkin tidak memiliki skill untuk menghadapi orang-orang dengan kekuatan seperti ini.
Jadi, menurut saya, hanya sesama entrepreneur yang bisa paham dan “melawan” entrepreneur lain.
Perlawanan ini bisa dari persaingan usaha, counter-negosiasi, membuat model bisnis yang lebih baik, dll.
Sama seperti penjahat super, seperti Thanos, bisa dilawan oleh super hero seperti Avengers.
Kita butuh entrepreneur yang sholeh, baik hati, dan peduli dengan sesama. Dalam jumlah yang cukup banyak. Untuk melawan kekuatan-kekuatan besar seperti ini.
Di tangan merekalah, saya yakin, bangsa ini akan menemukan solusi dari tantangan-tantangan besar yang sedang dihadapi.
Ruang Tumbuh Entrepreneur
Bisnis menurut saya adalah permainan, games. Dengan peraturan yang sangat sedikit.
Peraturan dasarnya mungkin cuma satu: Bagaimana caranya agar tidak mati (baca: Bangkrut).
Dan beberapa entrepreneurs ada yang “melewati batas” agar bisnisnya bisa bertahan hidup. Melewati batas ini ada yang baik ada yang buruk. Yang baik akan membuat seorang entrepreneur bertumbuh. Yang buruk biasanya orang lain yang merasakan dampaknya.
Karena sedikitnya peraturan dan petunjuk ini, banyak orang yang tidak tahu mulai darimana, atau harus seperti apa.
Saya petik kata-katanya Naval Ravikant:
“Tidak ada skill aktual yang bernama: Bisnis.”
Bisnis sendiri dibangun di atas berbagai macam skill dan berbagai disiplin ilmu:
- Bagaimana berkomunikasi dengan orang lain.
- Bagaimana mengelola cashflow.
- Bagaimana membuat iklan yang menjual.
- Bagaimana mempengaruhi massa.
- Bagaimana bekerja dalam tim, dan mempekerjakan tim yang berada dibawah kita.
- Bagaimana membangun tim tersebut kalau belum ada.
- Bagaimana negoisasi dari posisi yang kurang menguntungkan.
- Bagaimana memanfaatkan sumber daya yang super terbatas.
- Bagaimana kalau tidak ada modal.
- Dll.
Banyak sekali.
Namun sayangnya, seperti yang saya katakan di atas, sebagian skill yang digunakan dalam bisnis ini TIDAK diajarkan disekolah.
Karenanya, saya sering mengingatkan melalui podcast, blog, atau pun saluran lain (termasuk tulisan ini), untuk siapa saja yang memiliki skill yang dibutuhkan untuk menjalankan bisnis, atau menjadi entrepreneur, sekecil apapun itu, bagikanlah.
Tulislah artikel blog, tulislah buku, buat video di YouTube, tweet sesuatu tentang itu.
Jika saat ini usaha Anda baru menghasilkan omset Rp10 juta sebulan. Maka orang yang baru menghasilkan Rp. 1 Juta sebulan akan butuh sekali solusi dari Anda.
Jika saat ini usaha Anda memproduksi 400 kaos sebulan. Maka orang yang baru bisa memproduksi 30 kaos sebulan akan sangat membutuhkan masukan dari Anda.
Jika saat ini Anda sudah memulai, maka orang yang belum memulai mungkin akan membutuhkan masukan dari Anda.
Karenanya lagi, skill terpenting yang harus dilatih oleh seorang entrepreneur pada zaman digital ini adalah: Menulis.
Sedikit sekali orang bisa menulis dengan baik, karena menulis itu membutuhkan cara kerja otak yang sangat berbeda dengan berbicara, atau membuat vlog misalnya.
Siapa tahu, tulisan itu bisa mempengaruhi seseorang untuk mengubah hidupnya. Siapa tahu seseorang diluar sana sedang ada masalah yang saat ini sudah berhasil Anda selesaikan. Siapa tahu diluar sana ada yang ingin memulai bisnis namun tidak mengetahui bagaimana caranya.
Saya tidak tahu ingin menuliskan ini dimana, karenanya saya pikir ini saya kirimkan langsung saja ke Anda, siapa tahu setelah ini ada diskusi yang bisa terjadi.
Berdoa
Lagi, pada akhirnya, kita manusia biasa. Entrepreneur yang seolah-olah seperti manusia super pun hanyalah manusia biasa.
Marilah kita gunakan kesempatan yang baik ini untuk mendoakan kebaikan bagi bangsa ini, dan agar Indonesia selalu diberkahi Allah. Aamiin…
Tulisan Ini Untuk Anda
Untuk Anda, entrepreneur, yang saat ini mungkin sedang berjuang, namun tetap memikirkan dampak kebermanfaatan ke sesama masyarakat. Masih terus berbagi tanpa harap kembali. Tulisan ini saya dedikasikan untuk Anda. Dimata saya Anda adalah pahlawan super sejati.
Terus berjuang, bangsa ini membutuhkan Anda. Jangan lupa berdoa.
__
Fikry Fatullah
KIRIM.EMAIL
- KEPO 113: Kenapa Kita Tetap Harus Membuat Rencana Walau Rencana Sebelumnya Gagal Terus Menerus - December 7, 2024
- KEPO 112: Marketing Dalam 17 Menit - October 12, 2024
- Shopee, Telegram, Jet Pribadi, dan Kemandirian Usaha - August 27, 2024