Ada hal menarik dalam pengalaman saya dalam menjalankan berbagai usaha selama ini yang ingin saya bagikan pada Anda. Saya berusaha merangkum dan mengingat berbagai kegagalan yang pernah saya alami, dan saya menemukan fakta bahwa, segala kegagalan bisnis yang bisa saya ingat selama ini, berasal dari nasihat bisnis yang tepat di waktu yang salah. Jadi nasihatnya bagus, tapi saya eksekusi di waktu yang kurang tepat.
Contoh, ada seorang pebisnis sukses yang memiliki omset 10 atau 20 kali lebih besar dari saya yang kemudian memberikan nasihat kepada saya. Sarannya bagus dan membuat saya takjub, karena bisa terpikirkan oleh dia. Karena saya kagum, saya pun akhirnya melakukan saran ia di bisnis saya, namun hasilnya justru malah kegagalan yang saya terima.
Dulu saat saya masih berjualan di kuliner di Medan, ada seorang rekan yang memberikan saran untuk merekrut karyawan yang tambahan agar pelayanan semakin baik. Namun saat itu saya memiliki dana yang amat terbatas untuk merekrut orang tambahan. Namun tetap saya lakukan nasihatnya, karena ia bilang saya harus berani mengambil resiko.
Benar saja. Secara pelayanan gerobak kuliner saya semakin cepat dan baik, namun tak berapa lama bisnis saya bangkrut karena dana yang terbatas habis untuk membayar karyawan tambahan padahal pendapatan dari bisnis saya masih belum besar dan stabil.
Dengarkan KIRIM.EMAIL Podcast di aplikasi favorit Anda sekarang
Kisah di atas hanya salah satu saja. Banyak juga beberapa rekan yang membagikan pengalaman serupa dengan hal tersebut kepada saya. Nasihat bisnis yang menyebabkan kerugian, belum tentu buruk. Dari pengalaman saya, justru penyebab kegagalan adalah nasihat-nasihat tersebut dieksekusi di waktu yang salah. Karena saat saya coba kembali melaksanakan nasihat yang sama tersebut di saat bisnis saya lebih kuat dan siap, Alhamdulillah berhasil dengan baik.
Melihat Konteks Terkait Suatu Nasihat
Nasihat-nasihat bisnis tersebut akan bekerja dengan baik pada konteksnya masing-masing. Ada yang bagus di kondisi tertentu tapi buruk di kondisi lainnya.
Jika Anda pernah melihat salah satu podcast saya yang membahas tentang kutukan pengetahuan, di sana dibahas bahwa salah satu jebakan ilmu adalah saat seseorang mengetahui sesuatu hal, maka ia tidak ingat lagi kondisi dan situasi saat ia belum mengetahui hal tersebut. Contoh, saat Anda sudah paham rumus penjumlahan dan perkalian, Anda tidak lagi ingat kondisi saat Anda belum tahu tentang rumus-rumus tersebut.
Dalam hal memberi nasihat bisnis, fenomena di atas pun terjadi juga. Dalam dunia psikologi, ada yang disebut dengan State of Mind atau kondisi berpikir seseorang.
Para pebisnis yang sudah memiliki omset dalam jumlah besar, memiliki kondisi berpikir yang didorong oleh situasi bisnisnya yang sudah berkembang pesat. Sehingga saat memberikan suatu nasihat bisnis, ia menyampaikannya dengan asumsi bahwa orang yang ia beri nasihat juga memiliki kondisi berpikir yang setara dengan dirinya.
Padahal, seringkali orang yang diberi nasihat, mungkin adalah pebisnis pemula dengan omset yang masih ratusan ribu rupiah saja dan wawasan ilmu bisnis yang masih terbatas. Jadi nasihat yang diberikan bukanlah nasihat yang buruk, tapi nasihat yang baik.
Pertanyaannya, kapan akan baik? Mungkin bukan saat bisnis masih baru dimulai, namun mungkin setelah bisnis berhasil mencapai omset yang lebih besar di masa akan datang.
Contoh Kasus: Quit Facebook
Salah satu contoh lainnya adalah sebuah gerakan “Quit Facebook” yang digagas oleh founder Basecamp, Jason Fried dan David Heinemeier Hansson. Mereka berdua memplopori gerakan untuk berhenti menggunakan Facebook karena praktik bisnisnya yang luar biasa tidak benar.
Saat saya membaca artikel mereka, saya pun ikut berpikiran bahwa memang seharusnya saya juga tidak menggunakan Facebook. Mereka menulis atikel itu dengan sangat masuk akal sehingga bisa mempersuasi pembacanya untuk sepakat dengan apa yang mereka pikirkan terkait Facebook.
Bagi yang minim aktivitasnya menggunakan Facebook, hal ini bukanlah masalah. Tapi bagi Anda yang mungkin mayoritas pembelinya berasal dari Facebook, maka menonaktifkan Facebook secara total justru bisa berdampak buruk bagi bisnis. Sekali lagi, ide berhenti menggunakan Facebook bukanlah ide yang salah. Pertanyaannya, kapan waktu terbaik untuk keluar dari sosial media ini?
Maka dari perspektif saya, untuk KIRIM.EMAIL saat ini, keluar dari Facebook mungkin tidak tepat. Tapi apakah KIRIM.EMAIL akan berhenti menggunaan Facebook? Jawabannya mungkin nanti, tapi tida sekarang.
CEO Masa Tenang, CEO Masa Perang
Nah, disinilah muncul istilah CEO Masa Tenang dan CEO Masa Perang, apakah itu? CEO Masa Tenang adalah para pebisnis yang bisnisnya sudah stabil dengan omset dan jumlah pelanggan yang cenderung massif. Sedangkan CEO Masa perang diasosiaikan ke pebisnis yang masih dalam masa-masa ketidakpastian karena bisnis yang belum stabil dan dana yang terbatas. Mereka identik dengan pebisnis skala kecil dan menengah.
Kekeliruan kerap terjadi saat pebisnis masa tenang memberi resep bisnis ke pebisnis masa perang. Contoh untuk kasus pendiri Basecamp, David Heinemeier sebelumnya yang menyarankan para pebisnis untuk berhenti menggunakan Facebook karena menggunakannnya sama saja dengan mendukung praktik bisnis yang salah. Nasihat ini akan bagus dilakukan oleh pebisnis masa tenang yang besar seperti Basecamp. Itu karena perusahaan ini sudah stabil dengan 2 juta pengguna di seluruh dunia.
Tapi nasihat tersebut bisa jadi sesuatu yang buruk jika dilakukan oleh pebisnis masa perang yang mungkin jumlah pelanggannya baru hitungan ratusan atau ribuan orang. Apalagi banyak UKM yang masih bergantung pada Facebook sebagi salah sau sluran pemasaran digitalnya.
Itulah mengapa berhati-hatilah dalam menerima nasihat dari orang lain. Lihat dulu kondisi bisnis dan situasi yang sedang dihadapi oleh si pemberi nasihat.
Cara Mendapat Nasihat Bisnis Yang Lebih Tepat
Nasihat bisnis tetaplah penting. Oleh karena itu susunlah pertanyaan yang spesifik dna sesuai konteks kepada orang yang ingin Anda mintai nasihat. Contoh, coba bertanya seperti ini,
Saat ini saya punya anggaran sekian dan jumlah karyawan sekian, saya ingin bisa meningkatkan omset saya dua kali lipat, jika bapak/ibu ada di posisi saya, apa yang akan Anda lakukan?
Tentu jawaban dari pertanyaan ini tidak 100% tepat dan langsung dieksekusi, tapi paling tidak lebis sesuai dengan konteks dan juga keadaan yang sedang Anda hadapi dalam bisnis. Karena menurut saya, pertanyaan yang bagus jauh lebih baik dari jawaban yang bagus. Karena pertanyaan yang bagus akan memeicu munculnya pertanyaan lain yang lebih berkualitas.
Saya sendiri saat meminta nasihat kepada guru saya, sebelum bertemu saya sudah siapkan apa yang mau saya tanyakan kepada beliau. Karena dengan demikian, jawabannya akan spesifik dan sesuai konteks sekaigus menghemat waktu guru saya dengan mengurangi hal-hal yang terlalu bertele-tele.
Mengetahui Cara Berpikir Pebisnis Masa Tenang dan Masa Perang
Memahami cara bepikir antara pebisnis masa tenang dan masa perang pun menjadi poin penting juga. Pebisnis di masa tenang akan cenderung berpikir bagaimana meningkatkan keuntungan dan pendapatan. Sedangkan yang sedang di masa perang, mungkin akan lebih mencari cara agar besok ada yang membeli produknya.
Satu lagi, pebisnis masa tenang melihat kompetitor sebagai sesuatu yang biasa dan tidak terlalu khawatir, akan berbeda bagi pebisnis masa perang yang merasa kompetitor sebagai ‘perampok’ yang siap mangambil pelanggannya setiap saat. Anda bisa baca detailnya dari buku bisnis “The Hard Thing About Hard Thing”.
Nah masalahnya, banyak buku bisnis itu yang ditulis oleh pebisnis masa tenang untuk pebisnis masa perang. Inilah diperlukan kehati-hatian dan waktu yang tepat untuk membaca dan melaksanakan nasihat dari buku tersebut.
Jadi bijaklah dalam menerima nasihat. Catat semua nasihat, namun ada waktu yang tepat untuk membaca dan mengeksekusinya termasuk nasihat di podcast kali ini.
Semoga bermanfaat bagi Anda dan terima kasih.
Dengarkan KEPO – KIRIM.EMAIL Podcast langsung dari HP Anda
Agar tidak ketinggalan update episode terbaru KEPO – KIRIM.EMAIL Podcast, Anda bisa men-download dan mendengarkannya langsung melalui HP Anda, caranya:
- Jika Anda pengguna Android, ikuti tutorialnya disini >> https://kirim.email/kepo-android
- Jika Anda pengguna iPhone, iPad, iPod Touch, MacBook, iMac, Anda bisa langsung mendengarkan KEPO – KIRIM.EMAIL Podcast melalui iTunes, klik disini >> https://kirim.email/kepo-itunes
- Atau Anda bisa langsung mendengarkan seluruh episodenya melalui browser HP Anda di >> http://kepo.blog.
- Shopee, Telegram, Jet Pribadi, dan Kemandirian Usaha - August 27, 2024
- KEPO 111: Konsekuensi Level 2 - August 22, 2024
- KEPO 110: Cyber Bullying Terhadap Bisnis: Penyebab dan strategi meresponnya - June 15, 2024