Bismillah…
Baru-baru ini, Alibaba, perusahaan rakasasa e-commerce asal Tiongkok baru saja melakukan investasi senilai triliunan rupiah ke sebuah marketplace di Indonesia. Saya tidak akan nyebut merek. Anda bisa cari di Google karena beritanya cukup masif.
Saya melihat bahwa dengan investasi ini, kini Alibaba ada dibalik 2 marketplace besar di Indonesia. Saya sendiri sudah banyak melakukan observasi terkait aksi Alibaba bahkan sejak perusahaan milik Jack Ma ini masih fokus di Taobao. Dan pada dasarnya, dua marketplace Indonesia tersebut, mirip model bisnisnya sperti Taobao di 2008. Oleh karena itu, saya ingin membedah hal ini karena akan ada pengaruhnya, terutama bagi pebisnis online di Indonesia.
Kurang lebih pembahasan ini akan berkaitan dengan hal yang juga telah dibedah sebelumnya di dua buku berjudul “Business Model Generation” dan “Value Proposition Design“, keduanya karya Alexander Osterwalder. Akan lebih bagus jika anda sudah membaca keduanya. Namun jika belum, saya akan coba menyampaikannya dengan bahasa yang lebih mudah dipahami menggunakan studi kasus Taobao tadi.
Untuk download artikel PDF-nya, silahkan ke strategyzer.com/vpd.
Mengapa bahasan ini penting bagi pebisnis online?
Karena bagi saya, berjualan di online marketplace itu mirip dengan berjualan di mall. Jika penjual ingin bisnisnya berumur panjang, maka ia perlu tahu ke mana arah bisnis dari mall tempat ia berjualan. Contoh, sebagai penjual, Anda tentu tahu regulasi, perjanjian dan jam kerja di mall tempat Anda berjualan. Hal ini sama seperti bagi yang berbisnis via marketplace.
Dengan berkaca pada kisah Taobao.com terkait model bisnis e-commerce di Tiongkok, berikut ini poin-poin pentingnya:
[1] Merespon Peluang
Jadi awal mulanya, Jack Ma sebagi pendiri Alibaba, melihat peluang meningkatnya jumlah kelas menengah dan jumlah pengguna Internet di Tiongkok pada 2003. Dibuatlah Taobao.com dimana ia mememcat karyawan Alibaba untuk didorong bekerja ke Taobao bahkan disuruh membeli juga dari Taobao. Tujuannya untuk membangun kepercayaan pembeli terhadap marketplace baru ini. Ditambah, untuk melengkapi infrastruktur di Taobao.
Target pasar Taobao saat itu ada di dua sisi: Pembeli dan Penjual. Pembeli ingin mendapatkan barang dengan mudah, sedangkan penjual ingin mendapat pembayaran cepat dan berhubungan langsung dengan pembeli.
Namun ada hambatan yang terjadi, dimana pembeli kurang percaya terhadap penjual karena kurang meyakinkannya transaksi via online dan banyaknya produk-produk KW dengan kualitas rendah di sana. Di sisi penjual pun terdapat hambatan infrastruktur, minimnya akses pembayaran online dan sulitnya berkomunikasi dengan pembeli, terutama dalam pemasaran digital.
Kondisi di atas melahirkan kesimpulan model bisnis e-commerce pertama : dimana Untuk membangun kepercayaan pembeli dan penjual, dibutuhkan infrastruktur yang lebih lengkap dengan menawarkan teknologi pembayaran dan logistik untuk menunjangnya. Kepercayaan dibangun dengan review dua arah baik pembeli maupun penjual. Ditambah fasilitas transaksi online yang mudah dan aman. Di sini masyarakat Indonesia sudah paham.
[2] Tren Baru, Target Pasar Baru
Tren Micro-Entrepreneur mulai pun muncul. Penjual tidak lagi sekedar jualan,tapi mengembangkan bisnisnya demakin besar dan bahkan menjadikan jualan via marketplace sebagai sumber penghidupan utama, karena besarnya jumlah uang yang bisa dihasilkan.
Dari sini, tujuan marketplace pun berubah dari sekadar tempat jualan, menjadi fasilitas untuk mendukung penjual yang ingin “naik-kelas” menjadi Micro-Entrepreneur. Sebuah target pasar baru yang tentu mengalami hambatan berupa minimnya pengalaman bisnis dan cara meningkatkan pelanggan. Kondisi ini yang coba solusinya ditawarkan oleh Taobao pada 2006 di Tiongkok.
Untuk bisa menghadapi ini, Taobao pun shifting target pasar, yang melahirkan kesimpulan bisnis model e-commerce kedua: menawarkan edukasi bisnis bagi para Micro Entrepreneur, menyediakan kebutuhan bisnis online, seperti mobile apps. Fasilitas iklan online dan juga mendatangkan traffic pembeli. Semua agar penjual bisa membesarkan bisnisnya.
[3] Menumbuhkan Audiens Adalah Kunci Bisnis Baru
Taobao saat memasuki ini sudah punya pemasukan, yaitu dari iklan di poin kedua di atas. Kondisi ini juga terjadi di marketplace Indonesia, walaupun mungkin belum sampai ke tahap profit.
Untuk poin ketiga dari model bisnis e-commerce ini, tujuannya adalah menggunakan aset perusahaan sebagai “daya angkat” untuk membesarkan Taobao. Aset di sini apa? Yaitu data jutaan pembeli via Taobao di Tiongkok bagi perusahaan-perusahaan besar. Lalu apakah data pembeli diperjualbelikan? Sama sekali tidak.
Di sini data pembeli tetap aman didalam bank data milik Taobao. Perusahaan besar yang ingin masuk ke pasar Tiongkok, bisa mempromosikan perusahaannya menggunakan jasa Taobao yang memiliki jutaan data pembeli. Pembeli pun akan mendapatkan penawaran khusus dari Taobao terkait promosi bisnis/produk perusahaan besar tersebut.
Tentu cara ini menguntungkan pmbeli yang datanya tetap aman dalam proteksi Taobao. Di sisi perusahaan besar terkait, memasuki pasar Tiongkok dapat menjadi lebih cepat dan mudah daripada memulai semuanya dari nol.
Situasi ini menghasilkan kesimpulan bisnis model ketiga: Menjadikan perusahaan besar sebagi target pasar baru dengan menawarkan promosi ke database pembeli untuk membantu mereka penetrasi ke pasar dengan mudah dan instan.
Taobao sendiri sudah mengalami tiga model bisnis sejauh ini dari Customer to Customer di 2003, Small Business to Customer di 2006 dan Big Business to Business di 2008. Lalu selanjutnya, seperti apakah bisnis model Taobao yang keempat?
Prediksi Saya
Prediksi saya, yang mungkin bisa salah dan bisa benar, tapi harapan saya prediksi saya ini tidak akan terjadi. Kenapa?
Jika mengamati perkembangan bisnis model e-commerce seperti Alibaba dan Taobao di Tiongkok, kita bisa mengira-ngira rencana Alibaba dan dua marketplace-nya di Indonesia. Kira-kira akan gambarannya adalah:
- Titik beratnya ada di Uang elektronik, FinTech atau e-payment
- Memberikan modal kepada penjual. Penjual yang tidak punya modal, diberi modal bisnis oleh sang marketplace dan salah satu marketplace di Indonesia sudah melakukan ini.
- Memberikan microlending kepada pembeli yang membutuhkan meskipun tidak bankable. Apakah ada bunganya? Tentu saja. Dan apakah ini riba? Tentu, itulah mengapa saya bilang tadi semoga prediksi ini tidak terjadi.
- Memanfaatkan insight produk yang laris di marketplace tersebut. Bisa dengan memproduksi sendiri produk tersebut oleh si marketplace atau dengan menjual informasinya bagi produsen besar lain.
Lalu apa yang harus kita lakukan untuk menghadapi ini?
- Jadikan marketplace sumber traffic, bukan sumber pemasukan.
- Bangun kedekatan dengan konsumen, membangun merek adalah salah satu cara terbaik.
- Banyak berdoa dan bersabar. Karena sesunguhnya pertolongan Allah ada pada sholat dan sabar. Ujung-ujungnya, semua yang terjadi di dunia ini adalah qodarullah, Allah yang berkehendak.
Lalu apa solusi dari KIRIM.EMAIL?
Zaman sekarang, semua orang bisa berkomentar dan berpendapat. Namun tidak semua orang bisa memberikan solusi. Bukanlah prinsip di KIRIM.EMAIL bernarasi tanpa solusi. Maka dari itu jawaban yang bisa KIRIM.EMAIL tawarkan adalah fitur Voucher.
Ini bukan solusi ideal, tapi ini mungkin solusi terbaik yang ada saat ini. Dengan Voucher, Anda bisa mendapatkan database pembeli Anda langsung dari marketplace. Caranya seperti apa? Ini langkah-langkahnya.
- Print dan tempelkan QE code, URL, atau alamat link formulir yang Anda dapatkan dari KIRIM.EMAIL ke paket yang Anda kirimkan ke pembeli di marketplace.
- QR. code, URL, atau formulir yang Anda tempelkan itu akan menuju ke formulir di mana pembeli Anda bisa mendapatkan voucher dari Anda.
- Dengan cara ini, Anda akan mendapatkan data pembeli tersebut, meskipun transaksinya terjadi di marketplace atau dimanapun.
- Kemudian alamat email pembeli yang sudah dikumpulkan, dapat Anda broadcast via KIRIM.EMAIL atau disiknronisasi dengan Facebook Custom Audience untuk di-retargeting.
Silakan untuk lebih jelasnya kunjungi KIRIM.EMAIL Voucher di sini.
Pesan terakhir, inovasi bisnis model perusahaan besar terjadi di belakang layar. Orang umum tidak tahu tentang itu. Untuk mengalahkan bisnis model yang inovatif tidak bisa dengan inovasi produk, tapi hanya dengan bisnis model yang inovatif juga.
Semoga bermanfaat dan terima kasih saya ucapkan.
- KEPO 113: Kenapa Kita Tetap Harus Membuat Rencana Walau Rencana Sebelumnya Gagal Terus Menerus - December 7, 2024
- KEPO 112: Marketing Dalam 17 Menit - October 12, 2024
- Shopee, Telegram, Jet Pribadi, dan Kemandirian Usaha - August 27, 2024