fbpx
Haruskah Menjadi Bisnis Nomor 1?

Haruskah Menjadi Bisnis Nomor 1?

Setiap pengusaha mungkin ingin bisnisnya menjadi nomor 1. Nomor 1 di sini adalah sebagai pemimpin pasar. Dalam bahasa marketing kita sering menyebutnya sebagai market leader. Market leader ini adalah perusahaan yang mempunyai pangsa pasar paling banyak.

Dengan menjadi bisnis nomor 1 atau sebagai market leader, sebuah perusahaan punya banyak keuntungan. Salah satunya adalah brand atau produk yang kita miliki akan melekat di benak masyarakat. Kalau sudah melekat di benak masyarakat kita tidak perlu melakukan brand awereness terlalu masif.

Sebagai contoh di market sepeda motor, yang menjadi nomor 1 atau pemimpin pasarnya adalah Honda.

Berdasarkan data dari Asosiasi Industri Sepeda-Motor Indonesia (AISI), pada bulan Januari 2019 setidaknya ada 569.126 unit sepeda motor yang terjual. Dari angka penjualan tersebut, Honda berhasil menjual sebanyak 441.165 unit. Dengan kata lain pada bulan Januari 2019 ini Honda menguasai 77,5% pasar.

Sedangkan Yamaha hanya berhasil menjual sebanyak 110.110 unit atau menguasai 19,3% pasar. Diikuti oleh Suzuki, Kawasaki, dan TVS berturut turut berada di bawahnya dengan angka penjualan 9.100 unit, 8.608 unit, dan 143 unit.

Bahkan di masyarakat kita juga mengidentikkan naik sepeda motor itu ya naik Honda. Ini menjadi bukti bahwa dengan menjadi yang nomor satu punya kedudukan yang tinggi di benak masyarakat.

Yang menjadi pertanyaan, haruskah bisnis kita menjadi yang nomor satu? Inilah yang akan kita bahas pada artikel blog kali ini.

Kecap Bango VS Kecap Sedaap

Beberapa tahun yang lalu saya pernah melihat foto dari salah seorang teman. Fotonya cukup unik dimana pada foto itu menggambarkan seorang penjual gado-gado sedang mengisi kembali kecapnya.

Haruskah Menjadi Bisnis Nomor 1? - 1
credit : Rizal Kasim

Kalau dilihat sekilas memang biasa saja. Tapi kalau diperhatikan lagi dalam foto itu ada 2 merek kecap yang sangat dikenal oleh masyarakat.

Bisa Anda perhatikan kalau botolnya adalah kecap Bango. Tapi ibu penjual gado-gado mengisinya dengan kecap Sedap. Kalau dipikir-pikir lagi bukankah ini sesuatu yang bersifat paradoks?

Sebagaimana yang kita ketahui kalau Kecap Bango adalah merek kecap nomor 1 di Indonesia saat ini. Ini berdasarkan klaim dari Kaninia Radiatni, Senior Brand Manager Bango PT Unilever Indonesia Tbk, yang menyebutkan bahwa mereka menjadi market leader di pasar kecap manis. Namun untuk data penjualannya berapa kami belum pernah menemukan data terbarunya.

Meskipu begitu menurut Marketeers, setidaknya ada empat pemain utama dalam industri kecap manis ini. 4 Pemain utama ini antara lain :

  • PT Unilever Indonesia Tbk dengan Kecap Bango,
  • PT ABC-Heinz dengan Kecap ABC,
  • PT Wings Food dengan Kecap Sedaap,
  • serta PT Indofood Sukses Makmur Tbk dengan merek Kecap Indofood.

Dua merek yang disebut pertama diyakini mengantongi pangsa pasar sebesar 75%.

Selain itu Kecap Bango juga mendapatkan penghargaan TOP BRAND di pasar kecap manis di Indonesia.

Haruskah Menjadi Bisnis Nomor 1? - 2
credit : Top Brand Award

Berdasarkan data di atas, Kecap Bango boleh bangga dengan pencapaiannya saat ini. Tapi pada prakteknya di lapangan, para penjual lebih memilih menggunaka kecap Sedaap daripada kecap Bango, biarpun botolnya menggunakan brand kecap Bango.

Bisnis Nomor 1 Vs Bisnis nomor 2

Beberapa waktu yang lalu kami menemukan pertanyaan unik di Quora. Pertanyaannya seperti berikut ini :

Adakah merek yang mengaku nomor dua di pasar dan merasa bangga dengan klaimnya itu?

Bagi kami yang membuat terheran-heran ternyata ada yang menjawabnya. Beberapa diantaranya masih terkait dengan kecap Sedaap.

Pada jawaban dari pertanyaan itu, mas Rayner Wijaya sebagai orang yang memberikan jawaban, menuliskan bahwa kecap Sedaap adalah salah satunya. Dan yang cukup unik Kecap Sedaap muncul karena Mie Sedaap membutuhkan produksi kecap sendiri.

Biarpun market share nya kecap Sedaap tidak seberapa jika dibandingkan dengan Kecap Bango atau kecap ABC, tapi keberadaanya cukup mengganggu bagi kedua brand besar tersebut.

Haruskan menjadi bisnis nomor 1?

Untuk menjadi bisnis nomor satu perjuangannya itu luar biasa susah. Butuh berbagai macam hal untuk bisa menempati posisi nomor satu. Brand yang kuat saja tidak cukup untuk bisa mencapat posisi puncak.

Butuh riset yang tidak sedikit biayanya, butuh inovasi untuk membuat beda dan menjaga jarak dengan kompetitor dan juga butuh pelayanan pelanggan yang responsif dan peka.

Selain itu dengan menjadi nomor 1 sudah pasti akan selalu diserang, ditiru dan dijauhi oleh kompetitor.

Kalau Anda sudah siap dengan itu semua, ya tidak ada salahnya Anda mengejar dan memperjuangkan menjadi yang nomor satu. Namun jika Anda tidak siap, maka menjadi yang nomor 2 bukanlah masalah.

Dalam bisnis yang paling penting itu bukan menjadi nomor satu atau nomor dua. Dalam bisnis yang paling penting adalah pelanggan.

Kalau sudah menempati nomor 1 tetapi mengabaikan pelanggan, lama-lama juga akan turun posisinya. Namun jika Anda saat ini berada di nomor dua dan tetap memperhatikan pelanggan, maka lama kelamaan posisi Anda juga akan naik.

Berdasarkan website Marketing, saat itu ada realitas baru yang dalam persaingan. Beberapa diantaranya :

  • terjadinya proliferasi dari para pesaing
  • persaingan ketat tapi rahasia tidak bisa disembunyikan
  • inovasi membutuhkan waktu yang semakin cepat
  • informasi mudah diakses dan berlimpah
  • pertumbuhan sangat sulit dan konsumen punya banyak pilihan
  • konsumen dihadapkan pada keterbatasan waktu dalam memilih

Realitas-realitas baru tersebut mau tidak mau membuat perusahaan harus semakin fokus pada pelanggan. Artinya hubungan dengan pelanggan harus semakin intim dari waktu ke waktu. Untuk menjadi market leader harus tahu cara membangun momentum sehingga bisa melayani target pasarnya dengan baik dan sempurna.

Dan salah satu cara terbaik dalam membangun hubungan yang intim dengan pelanggan adalah melalui email. Anda bisa memulai menggunakan email untuk berkomunikasi dengan pelanggan Anda dengan KIRIM.EMAIL. Klik di sini untuk mulai membangun hubungan dengan pelanggan Anda.

Muhammad Sholeh

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *