Bismillah…
Kecuali Anda tinggal di dalam goa, mungkin Anda beberapa kali seliweran melihat screenshot Clubhouse dari teman Anda di media sosial.
Screenshot-nya kira-kira seperti ini:
Dan mungkin juga Anda sudah tahu kalau aplikasi ini jadi viral setelah Elon Musk mendadak muncul dalam interview dengan CEO dari Robinhood: Vladimir Tenev. Dan kemudian memojokkannya di depan umum.
Saya tidak akan membahas apa itu Robinhood, dan apa yang membuat Elon memojokkan Vladimir. Anda bisa mendengar percakapan lengkapnya di sini.
Elon masuk di tengah-tengah wawancara dengan Vladimir. Ia tidak diundang. Ia hanya datang dan “mengunjuk tangan” lalu kemudian di berikan kesempatan bertanya. Dan keesokan harinya Clubhouse langsung viral, bahkan di Indonesia.
Cloubhouse tidak mengizinkan kita untuk merekam percakapan yang terjadi didalam Clubhouse, tapi sepertinya karena ini Elon Musk yang sedang berbicara, maka semua orang memaafkannya.
Daftar Isi
Audio? Jadi Clubhouse Mirip Podcast?
Clubhouse adalah platform yang sama sekali berbeda dengan Podcast. Bahkan dari pengamatan saya, beberapa percakapan di Clubhouse mungkin tidak akan terjadi di Podcast.
Mungkin juga Anda sudah bisa menilainya saat ini jika Anda menonton percakapan di atas.
Jadi, jika sama-sama audio, apa yang membedakan?
Jawabannya menurut saya adalah: Spontanitas.
Bayangkan Anda sedang teleponan dengan seseorang, lalu ada orang lain yang kemudian ikutan nebeng ke percakapan itu.
Sekarang, bayangkan yang bisa nebeng itu ada ribuan orang. Percakapan menjadi sangat dinamis, dan banyak kejutan. Dan tentu saja rawan keluar jalur jika tidak di moderasi dengan baik.
Spontan artinya kontennya bisa berkembang ke arah yang tidak bisa di prediksi. Dan tidak adanya rekaman, akan membuat konten yang kita dapat hari ini, belum tentu ada di keesokan hari.
Jika konten di Podcast itu rapi, terstruktur, beberapa terencana, dan bahkan terekam. Maka Clubhouse mungkin bahasa yang lebih tepatnya: Lebih liar.
Saya bahkan pernah ngobrol langsung dengan Gubernur Jawa Barat: Pak Ridwan Kamil dalam sebuah sesi di Clubhouse. Sesi yang sangat tidak terencana, tidak terjadwal, saya masuk ditengah sesi orang lain, Pak Ridwan Kamil masuk setelah saya.
Diskusi yang tadinya membahas Startup, langsung berpindah ke membahas 7 potensi ekonomi Jawa Barat. Sangat random, tapi seru sekali, saya jadi paham apa yang akan dijalankan oleh Pak Gubernur.
Malah Jadi Terlalu Berisik dan Berantakan?
Namun ada sisi lain dari keterbukaan seperti diatas.
Efek samping dari bisa masuknya ratusan orang baru ditengah percakapan, maka tentu saja ada kemungkinan untuk percakapan tersebut menjadi berubah tak tentu arah.
Beberapa orang menganggap Clubhouse terlalu berisik. Seperti yang di utarakan di Tweet ini
Namun saya tidak setuju, dan alasannya akan berhubungan dengan tema yang saya angkat dalam tulisan ini: Jualan melalui Clubhouse.
Clubhouse Bisa Digunakan Jualan?
Pada dasarnya, saya percaya semua saluran komunikasi bisa dijadikan tempat untuk jualan, ketemu langsung bisa jualan dengan cara presentasi, lewat telepon bisa cold calling, lewat email ya tentu saja, lewat sosial media bisa dengan iklan yang bagus, dll. Dan tentu saja termasuk Clubhouse.
Dan setiap ada platform social media yang baru, pertanyaan pertama yang muncul di saya adalah: Bagaimana saya bisa jualan di sini?
Dan jawabannya tidak selalu sederhana, dan di setiap channel itu bisa berbeda sekali.
Bagaimana dengan Clubhouse? Sebenarnya jawabannya ada di awal tulisan ini, yaitu apa yang dilakukan Elon Musk: Berpartisipasi dalam percakapan yang tepat dan menanyakan pertanyaan yang tepat.
Seseorang yang kebosanan dengan Clubhouse kemungkinan besar hanya ada disana untuk mendengar. Atau mengharap konten ala podcast atau YouTube.
Jika Anda juga begitu, maka siap siap untuk kecewa. Karena dari awal saya bergabung di Clubhouse memang hampir tidak ada yang baru. Sebagian besar konten bisa saya temukan di YouTube atau Podcast, dengan format yang jauh lebih baik, lagi, ini channel yang sama sekali berbeda.
Tentu saja hal ini mungkin juga karena Clubhouse masih baru. Semakin banyak orang yang mendaftar, mungkin akan semakin banyak cerita yang lebih seru.
Mungkin saja suatu hari kita akan mendengar kisah dari orang yang menjaga perbatasan di bagian paling Timur di Indonesia, atau bagaimana cara membangun karir sebagai tukang las bawah laut. Kemungkinannya bisa apa saja.
Balik lagi ke jualan di Clubhouse, bagaimana serunya percakapan itu, kemungkinan Anda tidak bisa mendapatkan sales dengan hanya menyimak.
Lagi, yang membedakan Clubhouse adalah spontanitasnya bukan kontennya.
Jadi, partisipasi kita, pertanyaan kita, dan interupsi kita justru lebih diharapkan di sini dibanding mungkin di platform lain.
Pertanyaan yang bagus akan memicu interaksi orang-orang di dalamnya, dan akan membantu menghasilkan konten yang bagus juga. Konten yang bagus, akan membuat sesi percakapan di Clubhouse (biasa disebut “Room”) menjadi ramai dan menarik. Semua menang.
Clubhouse Funnel?
Sebelum kita bahas ini lebih lanjut, berhasilkah funnel ini?
Jawaban saya: Mungkin.
Masih terlalu dini untuk menganggap ini proses sales yang berhasil, butuh ujicoba lebih lanjut tentunya, tapi paling tidak saya sudah closing beberapa deal, dan meeting yang menghasilkan kolaborasi jangka panjang, melalui hasil percakapan di Clubhouse.
Saat saya menulis ini, saya baru selesai meeting membahas salah satu kolaborasi yang berawal dari pertanyaan saya di Clubhouse.
Saya percaya semua ada “funnel”-nya, dan sales funnel saya untuk Clubhouse (paling tidak untuk saat ini), saya sebut dengan TDK.
TDK adalah singkatan dari:
- T = Tanya-tanya, atau tanyakan pertanyaan yang bagus.
- D = DM atau lanjut ngobrol melalui chat.
- K = Ketemuan dan closing.
Mari kita dalami satu persatu:
Tanya-tanya
Mungkin Anda sudah pernah mendengar saya mengatakan ini di podcast, ataupun di tulisan saya yang lain, namun akan saya ulangi lagi:
”Menanyakan pertanyaan yang bagus lebih penting daripada mencari jawaban yang bagus.”
Bagus di sini berarti menanyakan pertanyaan yang benar, dan menanyakannya dengan cara yang menarik pada saat yang tepat.
Dan hal ini sepertinya sangat relevan di Clubhouse dimana semua serba spontan. Satu pertanyaan yang bagus, pernah dijawab oleh puluhan orang, dan menghabiskan waktu hampir satu jam untuk membahasnya. Gara-gara satu pertanyaan, satu sesi Clubhouse itu bisa rame sekali.
Jadi, langkah pertama dalam funnel Clubhouse adalah: Berinteraksi dan menanyakan pertanyaan yang bagus. Ada tombol angkat tangan di Clubhouse, tombol itu adalah sahabat Anda, gunakan sesering yang Anda bisa.
DM
Setelah pertanyaan yang tepat, biasanya ada beberapa orang akan ingin melanjutkan obrolan dengan Anda di tempat yang lebih private. Saat ini Clubhouse tidak memiliki fitur DM.
Karenanya koneksikan akun Instagram Anda ke Clubhouse, dan buka kesempatan DM ke semua yang datang dari Clubhouse. Di sinilah kemudian Anda janjian untuk ketemuan langsung (dibahas di bawah), atau langsung closing.
Ketemuan
Langkah terakhir, tergantung bagaimana penawaran Anda, adalah ketemuan langsung dan ngobrol.
Lagi, Clubhouse berawal dari obrolan, maka funnel-nya akan sangat natural bila berakhir dengan obrolan pula.
Dari pengalaman saya closing beberapa deal menggunakan cara ini, 100% berakhir dengan ketemuan sambil ngopi-ngopi. Belum semuanya closing, tapi yang berhasil closing Alhamdulillah menghasilkan beberapa kolaborasi yang mungkin sebentar lagi Anda lihat sendiri hasilnya.
Apa yang Bisa Dipelajari dari Sini?
Pertanyaan yang menarik akan muncul dari orang yang menarik. Maka jadilah seseorang dengan kepribadian menarik.
Dan kepribadian menarik ini bisa dipelajari, semua orang bisa membuat konten, tapi hanya orang dengan kepribadian yang menarik yang bisa “mengimprovisasi” konten secara spontan dan masuk kedalam percakapan.
Skill ini akan sangat bermanfaat bagi Anda, apalagi di Indonesia yang memang budayanya ngobrol ngalor ngidul. Dan bisa jadi, budaya ngalor ngidul orang Indonesia ini adalah jodohnya internet spontan yang mungkin dimulai oleh Clubhouse dan sebangsanya.
-Fikry
- KEPO 113: Kenapa Kita Tetap Harus Membuat Rencana Walau Rencana Sebelumnya Gagal Terus Menerus - December 7, 2024
- KEPO 112: Marketing Dalam 17 Menit - October 12, 2024
- Shopee, Telegram, Jet Pribadi, dan Kemandirian Usaha - August 27, 2024