Selamat datang di KEPO-KIRIM.EMAIL Podcast episode ke-100. Jika mengulas balik ke belakang, banyak hal positif yang muncul dari adanya podcast ini, paling tidak untuk diri saya sendiri. Tetapi ternyata selain saya, ada banyak pendengar KEPO-KIRIM.EMAIL Podcast yang juga merasakan manfaatnya.
Ada yang hanya mendengarkan saja lalu mendapatkan wawasan baru. Ada juga yang aktif bertanya baik di podcast maupun di Instagram, yang beberapa diantaranya saya jawab dalam 1 episode penuh.
Salah satu pertanyaan yang paling banyak masuk ke saya adalah tentang motivasi. Saya tidak menyangka di tahun 2022 ternyata masih ada yang membutuhkan motivasi untuk bergerak, untuk bekerja dan untuk melakukan perubahan.
Sebagai respon terhadap pertanyaan terkait motivasi, saya selalu bilang kalau motivasi hanya untuk amatiran, profesional itu disiplin. Beberapa yang mengetahuinya langsung “ngeh” dan paham apa yang saya maksud. Beberapa lagi menanyakan persisnya bagaimana.
Pada dasarnya kalimat tersebut saya berlakukan untuk diri sendiri yang kemudian membentuk identitas siapa diri Saya sebenarnya. Saya paham situasinya, karenanya kalimat tersebut belum tentu cocok untuk orang lain.
Episode ini merupakan hasil dari apa yang saya pelajari dari para mentor-mentor Saya, dari sejarah dan cerita para Sahabat Nabi, dari jurnal-jurnal kesehatan, dan sumber-sumber lainnya.
Saya kumpulkan dan rangkum jadi satu sehingga nantinya bisa memberikan Kita penjelasan yang menyeluruh supaya bisa terus termotivasi dalam jangka waktu yang lama.
Dengarkan KIRIM.EMAIL Podcast di aplikasi favorit Anda sekarang
Body, Mind and Soul : Kunci Agar Bisa Terus Termotivasi
Supaya bisa terus termotivasi, maka kita harus mengetahui bagaimana motivasi itu bekerja dari 3 aspek. Ketiga aspek itu diantaranya :
- aspek tubuh (body)
- aspek pikiran (mind)
- dan aspek jiwa atau spiritual (soul).
Karenanya 3 aspek tersebut harus saling terikat, tidak bisa dipisahkan dan harus selalu bekerja bersamaan. Motivasi jangka panjang tidak bisa dilakukan hanya melalui pikiran saja, tetapi juga perlu tubuh dan jiwa yang sehat.
Jika tubuh, pikiran dan jiwa sama-sama dioptimalkan maka yang terjadi adalah perubahan, dan perubahan yang lebih baik ini adalah tujuan dari adanya motivasi.
Aspek tubuh
Tubuh merupakan aspek pertama penentu motivasi. Tanpa tubuh yang sehat, sehebat apapun motivasi yang diberikan oleh orang lain tidak akan memberikan efek yang optimal.
Di dalam tubuh ada sebuah hormon yang disebut dengan dopamin. Dopamin adalah sebuah hormon yang mengendalikan motivasi, yang membuat seseorang bergerak atau melakukan suatu tindakan.
Mengutip dari Alodokter, dopamin ini juga sebagai hormon pengendali emosi. Saat diproduksi dalam jumlah yang tepat, hormon ini akan meningkatkan suasana hati sehingga orang akan merasa lebih senang dan bahagia.
Sehingga ketika suasana hati sedang sedih atau sedang tidak bersemangat, tidak sedikit orang akan melakukan sesuatu untuk meningkatkan kadar dopamin di dalam otak.
Contohnya seperti minum kopi, makan coklat, berolahraga, berlibur, tidur dan yang paling ekstrim dengan mengkonsumsi obat-obatan tertentu.
Namun dibalik manfaatnya, mungkin banyak yang belum tahu tentang fakta kontra intuitif dari dopamin ini.
Ketika tubuh Kita melepas dopamin lalu mencapai puncaknya, maka titik awal mulai dopamin terlepas akan berubah menjadi minus.
Misalnya, pada saat bangun tidur, titik awal dopamin ada di angka 0. Kemudian Kita minum kopi, efeknya dopamin perlahan naik dan mencapai puncaknya katakanlah di angka 70. Di titik ini kita merasakan bahagia dan bersemangat setelah minum kopi.
Tapi setelah kopi habis atau sudah dingin, perlahan dopamin turun, tetapi tidak kembali ke angka 0 lagi, melainkan kurang dari 0 (minus).
Menurut Profesor Andrew Huberman, turunnya dopamin relatif tinggi dengan seberapa puncaknya. Beliau kemudian melakukan penelitian ke anak-anak yang suka menggambar dan gambarannya berada di atas rata-rata anak pada umumnya.
Anak-anak tersebut diberikan iming-iming hadiah untuk yang berhasil menyelesaikan tantangan yang diberikan.
Hasilnya, banyak anak-anak yang ketika berhasil menyelesaikan tantangan lalu mendapatkan hadiah yang dijanjikan, beberapa anak justru menjadi tidak bersemangat lagi untuk menggambar.
Penelitian ini sedikit banyak menggambarkan bagaimana sebuah motivasi itu menjadi hilang. Bisa jadi terlalu fokus dengan target dan tidak kunjung tercapai. Kemungkinan lainnya karena targetnya sudah tercapai, sehingga semangatnya sudah hilang atau berubah.
Maka dari itu saat kita mencapai kondisi yang sangat menyenangkan, sangat termotivasi dan menggebu-gebu, tidak lama kemudian justru menjadi lebih tidak bersemangat dari sebelumnya.
Ini terbukti, mungkin beberapa orang pernah merasakan sangat bersemangat pada saat menghadiri seminar yang ada motivatornya. Tapi setelah keluar dari ruangan, justru semangat yang tadi membara tiba-tiba hilang dan membuat lebih tidak bersemangat.
Begitu juga di bisnis, ketika di awal-awal berbisnis banyak yang bangga, bahagia, bersemangat dengan bisnisnya. Tapi setelah berjalannya waktu, banyak tantangan di sana-sini, penjualan tidak sesuai harapan, lama kelamaan membuat semangatnya naik turun dalam menjalankan bisnis.
Jika ini terus-terusan dilakukan maka yang akan terjadi adalah kecanduan. Jika ditambahkan dengan kesenangan lain, maka akan memicu kondisi yang disebut dengan dopamine layering atau dopamin berlapis.
Misalnya Anda dinner bersama pasangan sambil posting di Instagram dan kebetulan mendapatkan banyak like dan komentar yang positif. Dinner itu sudah melepas dopamin, dapat banyak like di Instagram dopamin yang terlepas juga menjadi semakin banyak. Sehingga sangat mungkin terjadi, setelah setelah dinner, sesampainya di rumah justru semakin tidak bersemangat, capek dan bahkan merasa sedih.
Jika ini dibiarkan maka Kita akan membuat banyak kriteria untuk bisa bahagia, bersemangat dan termotivasi.
Jika sebelumnya hanya dengan minum kopi sudah bisa semangat, tapi karena ada dopamine layering, Anda tidaknya hanya perlu kopi, tapi juga perlu link dan komentar di medsos untuk bisa bersemangat atau termotivasi.
Lalu solusinya bagaimana? Untuk mengatasi hal buruk tentang dopamin ini akan yang harus kita lakukan adalah dengan hindari aktivitas yang memicu dopamin layering. Misalnya, kalau sedang ngopi ya ngopi saja. Tidak perlu dibarengi dengan main medsos di smartphone.
Aspek pikiran
Setelah Kita mengetahui bagaimana aspek tubuh mempengaruhi motivasi atau semangat, dan juga cara mengontrol dan memanfaatkannya, maka yang tidak kalah penting untuk dibahas adalah aspek pikiran atau psikologis.
Aspek pikiran ini bisa membuat kita jadi termotivasi dan bahkan bisa hilang sama sekali motivasinya hanya karena pikiran.
Pikiran punya kekuatan untuk melawan kontra intuitifnya dopamin di dalam tubuh. Misalnya setelah minum kopi, dopamin naik lalu beberapa saat kemudian jadi tidak bersemangat lagi, dengan pikiran yang baik dan positif kita jadi bersemangat lagi.
Karenanya jangan pernah menyepelekan pikiran Kita sendiri. Berpikirlah yang baik-baik terhadap diri kita sendiri karena pikiran itu akan kembali ke diri kita masing-masing.
Misalnya, kita berpikir KIta tidak percaya diri dalam menyampaikan presentasi. Maka saat di atas panggung yang ada hanya grogi, bicaranya tidak jelas dan orang yang menyimak presentasi jadi tidak tertarik lagi.
Namun ketika kita berpikir kita bisa melakukan presentasi dengan baik, maka saat di atas panggung kita bisa dengan mudah menguasai keadaan.
Solusi supaya terus termotivasi dari aspek pikiran adalah kita harus punya growth mindset.
Growth mindset adalah sebuah pola pikir yang mengatakan pada diri sendiri bahwa Kita belum mencapai titik yang diinginkan. Dengan pola pikir ini akan membuat KIta terus bertumbuh, terus mempelajari hal baru, terus mencari cara untuk mencapai titik yang dia mau.
Menariknya, Kita bisa melatih tubuh untuk mengeluarkan dopamin terhadap effort atau usaha bukan terhadap hasil melalui pikiran.
Silakan Anda coba tanya ke teman-teman yang punya hobi olahraga cukup ekstrim. Misalnya yang sering ikut lari marathon atau yang bersepeda hingga puluhan kilometer. Silakan tanya kenapa mereka terus mengulang olahraga tersebut, padahal target jarak lari atau bersepedanya mungkin sudah tercapai.
Lagi, dari penelitian yang dilakukan oleh Profesor Andrew Huberman kita bisa tahu jawabannya.
Bahwa yang mereka cari bukan berapa jarak yang berhasil ditempuh, tetapi adalah mereka bisa melakukan apa yang mereka mau, yaitu bisa bersepeda atau bisa berlari.
Contoh lainnya, yang hobi naik gunung, maka sampai puncak atau tidak itu tidak penting. Yang penting bagi mereka adalah bisa mendaki gunung, bisa mendirikan tenda dan tidur di dalamnya, bisa merasakan alam bebas dengan melihat bintang-bintang secara jelas, dan lain sebagainya.
Kesimpulannya, yang mereka cari bukan hasilnya, melainkan usahanya dalam melakukan sesuatu. Dengan cara ini kita bisa melatih tubuh untuk mengeluarkan dopamin tanpa bergantung pada hasilnya.
Terlalu fokus dengan hasil justru akan membuat kita menyepelekan prosesnya sehingga akan membuat proses yang dilakukan jadi lebih menantang daripada yang seharusnya. Maka dari itu jika kita sudah tahu apa hasil atau tujuan yang diinginkan, maka fokus selanjutnya adalah ke proses bagaimana mencapai hasil atau tujuan tersebut.
Lagi, banyak orang kehilangan motivasi, penyebabnya adalah karena tujuannya tidak pernah tercapai atau tujuannya sudah sering tercapai.
Jadi inti dari aspek pikiran agar terus termotivasi adalah dengan mensyukuri, menghargai dan mencintai proses yang Kita lakukan. Seberat apapun, sesakit apapun prosesnya, akan tetap terus melakukannya dengan cinta dan ikhlas.
Sama seperti kita menjalankan sholat seumur hidup. Baik dalam kondisi susah maupun senang, saat sehat atau sakit, saat lapang atau sempit Kita tetap menjalankan sholat dengan ikhlas secara berdiri, duduk atau bahkan duduk.
Aspek Jiwa
Selanjutnya supaya terus termotivasi adalah dengan memaksimalkan aspek jiwa. Aspek jiwa atau soul ini tidak jauh-jauh dari sisi spiritualitas.
Dari pengalaman saya, saat menanyai seseorang tentang kenapa dari kenapa, lama kelamaan akan mengerucut ke titik spiritual.
Misalnya saya tanya kenapa ingin kerja di KIRIM.EMAIL, ada yang menjawab ingin bisa menafkahi keluarga. Saya tanya lagi kenapa ingin menafkahi keluarga, jawabannya adalah agamanya mewajibkan setiap kepala keluarga untuk menafkahi keluarganya.
Jika kita bongkar di dalam organisasi pasti ada unsur spiritual di antara anggotanya. Maka tidak heran jika Kita bertanya pada orang yang sudah bekerja di satu perusahaan selama bertahun-tahun, kenapa betah kerja di sana, mungkin banyak yang akan menjawab sudah klop dan se”vibrasi” dengan anggota tim lainnya.
Se”vibrasi” atau punya getaran yang sama inilah yang menjadi bagian dari sisi jiwa atau spiritual.
Dibandingkan dengan 2 aspek sebelumnya, melalui aspek jiwa atau spiritual ini seharusnya lebih mudah untuk terus termotivasi. Karena di dalam aspek jiwa atau spiritual ada konsep reward di dalam effort, ada hadiah di dalam usaha.
Saya sebagai seorang muslim menemukan ada banyak sekali reward di dalam effort di agama Islam. Salah satunya adalah hadits :
Barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.
Dari hadits ini bisa kita ketahui kalau sedang berada di jalan dalam rangka menuntut ilmu, itu sudah ada reward atau hadiahnya berupa kemudahan menuju surga. Itu baru di jalan, belum duduk saat belajar, belum mencatat dan belum mengamalkan ilmunya dan itu semua sudah ada hadiahnya sendiri.
Maka dengan pendekatan aspek jiwa atau spiritual ini bisa menjadikan Kita bisa terus termotivasi. Setiap kali mendapatkan tugas atau perintah dan melakukan sebuah usaha, kita akan langsung mendapatkan hadiahnya. Hadiahnya ya berupa perintah atau usaha itu sendiri.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, untuk bisa terus termotivasi maka kita harus menggabungkan aspek tubuh, aspek pikiran dan aspek jiwa/spiritual sekaligus. Tidak bisa melakukan 1 atau 2 dua aspek saja, harus semuanya.
Intinya untuk menjaga motivasi dalam jangka panjang, kontrol aktivitas yang bisa meningkatkan dopamin, dibarengi dengan pikiran yang positif dan tidak mudah puas setelah mencapai sesuatu (growth mindset) serta diperkuat dengan prinsip bahwa usaha/melakukan sesuatu itu merupakan hadiah untuk diri kita sendiri.
Mudah-mudahan ini bisa menjawab pertanyaan Anda tentang bagaimana cara agar terus termotivasi. Semoga bermanfaat dan sampai bertemu di KEPO-KIRIM.EMAIL Podcast episode berikutnya.
- KEPO 113: Kenapa Kita Tetap Harus Membuat Rencana Walau Rencana Sebelumnya Gagal Terus Menerus - December 7, 2024
- KEPO 112: Marketing Dalam 17 Menit - October 12, 2024
- Shopee, Telegram, Jet Pribadi, dan Kemandirian Usaha - August 27, 2024