Bismillah…
Mungkin Anda adalah salah satu penerima notifikasi ini dari Whatsapp yang langsung membuat geger dunia online:
Ya, gambar diatas adalah Whatsapp yang mengubah kebijakan penggunanya, dan memaksa kita untuk meng-klik “agree” sebelum tanggal 8 Februari. Jika tidak ya silahkan angkat kaki dari Whatsapp dan gunakan produk lain.
Namun sepertinya banyak orang yang memilih menggunakan opsi kedua, alias pindah ke layanan lain, Telegram langsung tembus 500 juta pengguna, dengan pertambahan pengguna hingga 25 juta dalam 72 jam.
Ada apa?
Daftar Isi
Duduk perkara
Ternyata Whatsapp mungkin salah perhitungan, mereka pikir penggunanya akan langsung klik “agree” dan melanjutkan hidup mereka seperti tidak terjadi apa-apa. Tapi ternyata tidak.
Setelah kehebohan selama beberapa hari, Whatsapp merespon. Bahasanya ambigu, dan malah cendrung bertolak belakang dengan isi kebijakan baru ini. Bahasa kerennya dalam dunia korporasi adalah: Damage Control, alias usaha untuk mengendalikan kerusakan yang terjadi agar tidak melebar.
Dan lucunya, entah kenapa, Whatsapp memilih Twitter sebagai media pertama untuk berusaha merespon apa yang terjadi di masyarakat, walaupun setelah itu mereka mem-posting ulang ke Facebook, namun pemilihan Twitter sebagai sarana komunikasi ini agak lucu. Ini tweet pertama yang berisi respon mereka:
Ini versi lebih jelas dari infografis diatas, perhatikan poin-poin utama yang dijadikan infografis. Konon, candaan yang beredar dalam lingkaran media dan jurnalis teknologi di Amerika, sesuatu yang sudah dikomunikasikan dengan infografis seperti ini, berarti damage control-nya sudah level serius:
Jika Anda ingin membaca versi tulisan lengkap dari infografis diatas, ini dia link asli ke pernyataan Whatsapp : WhatsApp FAQ – Answering your questions about WhatsApp’s Privacy Policy.
Dan ini postingan pernyataan mereka yang diposting di Facebook. Seperti yang saya tulis diatas, aneh saja memilih Twitter sebagai platform pertama untuk mengumumkan tentang ini. Kemungkinan karena masalah ini ramai sekali didiskusikan di Twitter.
Jika kita gali lebih dalam, ada beberapa poin yang tidak kongruen atau tidak selaras dalam kebijakan barunya Whatsapp, dengan pernyataan melalui Twitter diatas (damage control).
Yang pertama, dalam infografis diatas, Whatsapp menyatakan ada 3 poin yang tidak akan di share ke Facebook. Yaitu:
- Isi pesan chat dan voice call.
- Lokasi kita.
- Dan kontak yang ada di ponsel kita.
Sedangkan didalam policy yang baru itu, yang kita diminta untuk klik “agree” ada bagian yang bertuliskan seperti ini:
Disitu tertulis “beberapa kategori informasi” di bagikan ke Facebook, termasuk informasi tentang bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain. Persisnya interaksi dengan orang lain ini seperti apa? Bukankah interaksi di aplikasi chat artinya kita chatting? Bagian ini menurut saya ambigu sekali.
Jadi apa sebabnya Whatsapp mengatakan bahwa mereka tidak membagikan ke Facebook? Ini salah satu headline di media Eropa:
Dan perhatikan di infografis katanya Whatsapp juga tidak bisa melihat lokasi yang kita bagikan dan tidak memberikannya ke Facebook. Mohon ini diingat karena akan ada inkongruensi lagi pada bagian bawah tulisan ini.
Tema inkongruensi ini berulang lagi di dalam artikel FAQ yang dibagikan ke Twitter, perhatikan bagian ini:
Diatas tertulis bahwa kebijakan yang baru hanya berlaku ke Whatsapp Business, dan tidak berlaku ke akun pribadi. Bahkan Asumsi pun mengkonfirmasi ini ke Facebook Indonesia:
Namun didalam kebijakan barunya tertulis “including businesses”. Artinya kebijakan ini berlaku ke semua pengguna Whatsapp, termasuk Whatsapp Business, jadi bukan hanya untuk Whatsapp Business seperti yang disebut diatas. Lagi, inkongruen.
Lengkapnya bisa Anda baca disini yang saya ambil langsung dari potongan kebijakan Whatsapp:
Diatas tertulis bahwa policy atau kebijakan baru ini berlaku untuk semua pengguna Whatsapp, tidak hanya Whatsapp business. Dan terang-terangan menulis bahwa Whatsapp akan mencari tahu lokasi kita, bahkan saat kita tidak menggunakan fitur berbagi lokasi.
Anda bingung? Sama, saya juga, jadi yang benar yang mana?
Karena justru penjelasan Whatsapp yang harusnya jadi damage control, malah menambah damage yang baru. Jadi pernyataan yang dibagikan di Twitter dan Facebook, malah kontradiktif dengan isi kebijakan baru tersebut.
Intinya, menurut saya Whasapp tidak akan mengubah kebijakannya dalam waktu dekat, dan kemungkinan akan lebih memilih untuk terus merespon dengan cara-cara seperti ini hingga beritanya mereda dan masyarakat lupa akan perubahan kebijakan ini.
Tapi, bukankah mayoritas orang Indonesia tidak perduli dengan masalah privasi?
Mungkin benar, kesadaran tentang kerahasiaan data bukan topik yang menarik untuk dibahas di Indonesia. Di Indonesia nomor Whatsapp dan email bisa dengan mudah kita dapatkan di kolom komentar Facebook dan Instagram.
Coba lakukan eksperimen kecil, dan tanya alamat email seseorang melalui status di Facebook Anda, jika Anda melakukannya dengan benar, maka akan ada yang membagikan alamat emailnya disana.
Pun begitu, tanpa masalah privacy pun, WhatsApp adalah produk yang inferior dibanding sesuatu seperti Telegram.
Whatsapp kekurangan beberapa fitur yang membuat aplikasi chat jadi nyaman digunakan. Untuk saya, fitur itu adalah sinkronisasi antara mobile dan desktop.
Mungkin Anda pernah menerima peringatan seperti gambar dibawah ini pada aplikasi Whatsapp Anda di web maupun aplikasi desktop. Sesuatu yang hampir tidak pernah saya temukan di Telegram:
Saya menerima peringatan diatas mungkin beberapa kali dalam sehari, setiap hari, ujungnya jadi tidak nyaman juga.
Jadi, saya hampir tidak menggunakan Whatsapp bukan karena masalah privacy, tapi karena memang menurut saya Whatsapp bukan produk yang bagus jika dibanding Telegram atau Signal.
Saya juga pengguna iPad akut, saya pernah melakukan perjalanan 3-4 hari ke beberapa kota dengan hanya membawa iPad. Saya bisa presentasi ke calon klien, melakukan video call, tanda tangan perjanjian secara digital, diskusi UI, dan bahkan menjalankan hal-hal penting lain dalam perusahaan menggunakan iPad tersebut. Tapi tidak bisa Whatsapp.
Jadi saya bisa closing deal bernilai Ratusan Juta Rupiah dari jarak jauh dengan iPad, tapi tidak bisa Whatsapp. Jikapun bisa, prosesnya tidak mengalir, karena hanya bisa dibuka melalui browser.
Selain sinkronisasi multi perangkat yang jauh lebih baik, Telegram juga memiliki fitur yang bernama: Channel. Dan buat saya fitur ini jenius sekali. Kita bisa berkomunikasi satu arah dengan audience dalam jumlah besar. Walaupun Whatsapp kemudian merespon dengan fitur group Whatsapp satu arah, namun eksekusinya tidak sebaik Telegram Channel.
Dilema group Whatsapp
Ngomong-ngomong tentang Percakapan Whatsapp Group, tahukan Anda bahwa Whatsapp Group yang katanya private (juga tertulis di infografis diatas bahwa group itu private alias tidak bisa diakses publik) ternyata juga bocor di hasil pencarian Google?
Ya seseorang bisa menemukan Whatsapp Group Anda di Google, lengkap dengan link invitasi, dan profil pengguna didalamnya. Ya, “profil pengguna” disini artinya nomor ponsel Anda. Bayangkan jika ini adalah percakapan antara Anda dan keluarga. Atau group Whatsapp berisi reseller atau group belajar bisnis Anda.
Kompetitor bisnis Anda mungkin bisa melihat semuanya.
Seseorang menemukan ini setelah mencari di Google dan menyebarkannya melalui Twitter:
Anda bisa membaca berita lengkapnya disini : WhatsApp private chat groups get EXPOSED again on Google search.
Dan ngerinya lagi, ini bukan kasus pertama. Perhatikan ada kata “again.”
Jadi, seperti yang saya katakan, tanpa masalah privasi pun, Whatsapp adalah produk yang kurang baik, berantakan dan fiturnya kurang.
Banyak orang mengerutkan dahi saat saya mengatakan saya tidak aktif di Whatsapp, dan saya lebih suka komunikasi melalui email. Saya menjadi pengguna Whatsapp juga terpaksa, karena saya takut jadi anak durhaka (orang tua saya pengguna Whatsapp akut), dan banyak partner bisnis saya seperti hidup didalam Whatsapp. Jadi kalau saya tidak menggunakan Whatsapp, akan sulit sekali berkomunikasi dengan mereka.
Saat saya menulis ini, saya dalam misi memindahkan orang tua saya ke Signal atau Telegram. Dan orang-orang tua ini juga merupakan salah satu alasan generasi muda meninggalkan Whatsapp. Seperti yang kita tahu, generasi tertentu memiliki kecendrungan untuk lebih mudah termakan dan menyebarkan hoax.
Hingga di Indonesia, hoax + orang tua + Group Whatsapp = kombinasi yang luar biasa jodoh.
Mayoritas Orang Indonesia mungkin tidak begitu perduli dengan privacy selama gratis, namun fitur yang kalah dari produk sejenis ujung-ujungnya akan membuat penggunanya meninggalkan Whatsapp juga.
Contoh lain adalah: Broadcast promosi yang tidak bisa berhenti. Kita tidak bisa “unsubscribe” atau keluar dari broadcast Whatsapp. Tidak seperti email dimana kendali berada ditangan pembaca email. Bisa unsubscribe kapan saja.
Saya sampai hari ini, terus dibombardir oleh salah satu perusahaan pelatihan, walaupun saya sudah memblokir nomornya dan meminta untuk berhenti broadcast. Tapi nomor saya sudah terlanjur tersirkulasi didalam sistem mereka. Jadi satu nomor di blokir, datang nomor yang lain. Merepotkan.
Inilah juga kenapa fitur mute di Telegram Channel itu jenius sekali. Kita menikmati konten sesuai kapan maunya kita, bukan karena ada notifikasinya. Dan kita bisa berhenti berlangganan sebuah Telegram Channel itu kapan saja. Tanpa harus mengorbankan nomor ponsel kita tersirkulasi ditangan spammer.
Solusinya bagaimana?
Lagi, semua adalah pilihan. Jika Anda tidak keberatan data Anda di sirkulasi, ya silahkan gunakan Whatsapp. Seperti yang saya katakan diatas, saya terpaksa menggunakan Whatsapp, dan sedang dalam usaha untuk keluar dari Whatsapp. InsyaAllah saya akan buat tulisan khusus jika sudah total keluar dari Whatsapp.
Saya juga menggunakan Facebook dan Instagram, lagi dengan kesadaran tinggi, alamat email khusus, nomor ponsel khusus, blokir tracking sana-sini. Dll. Saya tahu saya tidak akan bisa lolos 100% dari tracking dikarenakan Facebook menerapkan yang namanya “Shadow Profiling.” Namun ini bahasan berbeda untuk lain waktu.
Telegram juga bukan tanpa kekuarangan. Apalagi Signal yang masih beberapa kali error dalam pengiriman.
Jadi solusinya bagaimana? Untuk bisnis, tinggalkan group chat, apapun platformnya. Termasuk Telegram. Bukan karena masalah privasi, tapi memang group chat itu bukan metode komunikasi yang baik. Dan distraksinya sangat tinggi sekali.
Selain karena beberapa kelemahan diatas, alasan lain adalah karena tidak efektifnya chat untuk komunikasi antar tim, sudah pernah saya bahas di sini.
Episode lengkapnya bisa Anda dengarkan di KEPO Episode 43.
Sebagai penutup, inti dari tulisan ini bukan hanya masalah privasi, namun kita harus tahu alasan kenapa kita memilih produk tersebut.
Memilih untuk menggunakan produk yang populer memang lebih sedikit menggunakan kekuatan mental. Namun memilih produk yang baik, akan memudahkan hidup kita.
Populernya Whatsapp di Indonesia, sama seperti populernya Zoom saat pandemi kemarin. Kenapa? Karena heboh dan banyak yang menggunakan.
Padahal Zoom menurut saya lambat dan (lagi) inferior atau lebih buruk dari banyak layanan video call. Kami menggunakan Whereby yang jauh lebih cepat, tidak ada yang harus di install dan tidak banyak drama.
Kekurangan Zoom sangat terlihat saat webinar atau livestreaming. Banyak sekali orang yang keteteran webinarnya karena kendala teknis di Zoom. Padahal, lagi, banyak layanan webinar yang lebih superior dibanding Zoom. Ada Streamyard, dkk.
Untuk saya pribadi, segala kerusuhan yang dibuat oleh Whatsapp tidak sepadan dengan fitur dan kualitas produknya yang jauh tertinggal dibanding Telegram atau beberapa platform chat lain. Saya tidak akan memulai percakapan di Whatsapp jika orang yang ingin saya hubungi ada di Telegram.
Kemanapun kita pergi di internet, akan selalu ada pihak-pihak yang ingin menambang data kita. Satu sisi ini memang dibutuhkan, bisnis saat ini tanpa data bagaikan jalan naik sepeda malam hari tanpa lampu, berbahaya.
Akhirnya saat saya akan menyelesaikan tulisan ini, saya mendapat kabar kalau Whatsapp menunda untuk menerapkan kebijakan barunya karena ramai.
Namun penundaan penerapan kebijakan, bukan berarti membuat produknya menjadi lebih baik. Selain produknya yang memang kurang bagus, dan komunikasinya banyak tidak selaras, customer service nya juga kurang memuaskan. Beberapa teman saya pernah mencoba menghubungi Whatsapp tanpa hasil apapun:
Sebelum bahas privasi, mungkin kita cari produk yang lebih baik, yang akan memudahkan hidup kita, layanan yang perduli dengan kita dan membalas email kita, bukan hanya karena dia populer.
-Fikry
- KEPO 112: Marketing Dalam 17 Menit - October 12, 2024
- Shopee, Telegram, Jet Pribadi, dan Kemandirian Usaha - August 27, 2024
- KEPO 111: Konsekuensi Level 2 - August 22, 2024
Telegram adalah contoh produk bagus yang tidak perlu berbicara banyak untuk membuktikan dirinya adalah produk bagus di antara jajaran aplikasi chat!
Wah, tulisan yang sangat bermanfaat dan mengubah mindset, pingin subscribe dong kalo tulisannya bagus kayak gini.