Bismillah..
Selamat datang di KEPO-KIRIM.EMAIL Podcast di episode 103. Di episode ini Saya ingin membahas tentang burnout dan cara mengatasinya.
Daftar Isi
Dengarkan KIRIM.EMAIL Podcast di aplikasi favorit Anda sekarang
Apa itu burnout?
Tidak ada padanan kata dalam bahasa Indonesia yang pas untuk mengartikan burnout. Burnout sendiri berarti terbakar sampai habis. Namun tidak tidak sesuai konteks pembahasan di episode ini.
Saya sendiri mengartikan burnout sebagai sebuah kondisi dimana seseorang sudah sangat lelah selelah-lelahnya sampai tidak bisa melakukannya lagi.
Lelah di sini bukan dalam arti fisik, tetapi lebih cenderung ke lelah secara mental atau psikologis.
Mengapa burnout perlu disembuhkan?
Saya beranggapan kalau burnout ini merupakan sebuah penyakit kejiwaan.
Sakit jiwa di sini tidak sama dengan hilang akal seperti halnya ODGJ yang sering kita temui di pinggir jalan. Sakit jiwa itu spektrumnya sangat luas dan hilang akal adalah hal paling parah dari sakit jiwa.
Sedangkan burnout, walaupun sama-sama penyakit kejiwaan tapi jarang sekali sampai penderitanya hilang akal.
Namun jika dibiarkan atau malah dibuat bahan bercandaan, burnout ini justru bisa malah berbahaya bagi kehidupan penderitanya.
Bagi saya ini merupakan hal yang serius. Karena saya pernah kehilangan tim di KIRIM.EMAIL yang disebabkan karena burnout ini.
Juga ketika mengajar di kelasremote.com adalah salah seorang peserta yang ternyata sedang mengalami burnout dan bertanya bagaimana mengatasi atau menyembuhkannya.
Dari situ kemudian saya coba dalami bagaimana cara menyembuhkan burnout ini.
Bagaimana cara menyelesaikan burnout?
Perlu kita ketahui bahwa burnout ini tidak terjadi pada semua orang di semua lini pekerjaan. Burnout biasanya terjadi pada orang-orang yang punya intensitas pekerjaan yang sangat tinggi. Contohnya : programmer, sales dengan target yang ketat, konten writer dengan deadline yang padat, dan lain sebagainya.
Dengan mengetahui hal tersebut maka berikut ini beberapa hal yang menurut saya bisa untuk menyembuhkan burnout.
Pisahkan identitas diri
Dari pengamatan saya, burnout ini tidak terjadi pada generasi sebelum generasi milenial.
Saya sendiri lahir di tahun 80-an. Dari data yang saya kumpulkan, pada generasi orang tua saya dan generasi sebelumnya tidak ditemukan kasus burnout. Padahal mereka bisa bekerja sampai puluhan tahun dan bahkan sampai pensiun.
Hal ini dikarenakan generasi terdahulu sebagian besar pekerjaannya lebih mengandalkan fisik daripada pikiran. Selain itu tempat mereka bekerja tidak sama dengan kehidupan mereka di rumah. Sehingga tidak ada identitas yang menyatu.
Contohnya petani. Mereka sebagai petani hanya ketika di sawah atau di ladang. Setelah sampai di rumah mereka bukan petani. Di rumah para petani tidak melakukan pekerjaannya. Di rumah identitas mereka adalah suami bagi istrinya dan ayah bagi anak-anaknya. Bukan seorang petani.
Namun pada generasi milenial dan generasi selanjutnya, identitas ini melekat. Contohnya seorang programmer. Di kantor mereka seorang programmer, sesampainya di rumah pun mereka juga seorang programmer. Seringnya sampai dirumah para programmer masih melakukan coding. Kalau tidak seperti itu maka pekerjaannya tidak selesai-selesai.
Begitu juga dengan profesi yang mempunyai intensitas pekerjaan yang tinggi.
Maka cara pertama untuk mengatasi burnout adalah dengan memisahkan identitas diri. Sebagai seorang programmer sebisa mungkin dilakukan di kantor. Sesampainya di rumah jangan berperan sebagai programmer.
Jauhkan hal-hal terkait pekerjaan di rumah. Tutup laptop, matikan notifikasi terkait pekerjaan ketika di rumah. Nikmati kebersamaan dengan keluarga di rumah.
Ini juga berlaku untuk profesi yang lebih banyak menggunakan pikiran dan intensitasnya tinggi.
Kalau ada hal yang mendesak bagaimana? Di KIRIM.EMAIL ada tim saya yang punya 2 handphone. Ketika jam kerja smartphonenya aktif. Tetapi ketika sudah selesai jam kerjanya, smartphone nya dimatikan dan ketika ada hal darurat maka dia bisa dihubungi di handphone yang satunya.
Jadi kalau handphone yang satu ini tidak bunyi, itu berarti tidak ada hal yang darurat.
Dengan cara seperti itu maka kita bisa memisahkan identitas diri dan bisa mengurangi hal-hal yang menimbulkan burnout.
Lakukan otomatisasi dan delegasi
Cara kedua adalah dengan melakukan otomatisasi pekerjaan. Saat ini adalah jamannya artificial intelligence.
Hal-hal berulang dan berat bisa kita ringankan dan otomatiskan dengan AI.
Pada awalnya memang berat karena Kita harus melakukan pengaturan ini dan itu. Tetapi jika sudah jalan, pengaturan itu bisa berjalan berbulan bulan tanpa kita harus menyentuhnya lagi.
Tugas kita selanjutnya hanyalah memantau apa yang dilakukan dan dihasilkan oleh mesin otomatisasi ini. Atau melakukan hal lain yang lebih penting dan menghasilkan.
Sedangkan delegasi ini tidak untuk semua orang. Ada orang-orang yang memang dia bekerja sendiri tanpa tim dan tidak bisa didelegasikan pekerjaannya.
Akan tetapi jika bisa didelegasikan, memang sebaiknya didelegasikan pada orang yang tepat.
Minta bantuan orang yang ahli atau profesional di bidangnya
Cara ketiga adalah dengan meminta bantuan pada orang yang profesional. Kita bayar orang untuk membantu mencarikan jalan keluar. Dan menurut saya ini bukan berarti kita menyerah dan akhir dari sebuah kebuntuan. Dengan meminta bantuan profesional itu bukti kita belum menyerah dengan keadaan.
Syukur dan sabar
Cara terakhir adalah dengan bersyukur dan bersabar. Kalau kita pelajari sejarah, sahabat-sahabat di masa Rasulullah banyak sekali cobaannya, bahkan ada yang sampai terbakar secara fisik. Namun mereka tetap bersabar menghadapinya karena di balik kesabaran itu ada surga yang sudah menunggunya.
Maka kita harus sabar menghadapi dan bersyukur ada pekerjaan yang masih bisa dikerjakan. Dan bagi saya pribadi sholat adalah sebagai sarana mencari jawaban, karena dengan sholat kita bisa memohon pertolongan dan ditunjukkan jalan keluar kepada Alloh SWT.
Itulah pembahasan saya tentang burnout dan cara menyembuhkannya. Mudah-mudahan bermanfaat dan sampai bertemu di KEPO-KIRIM.EMAIL Podcast episode berikutnya.
- KEPO 112: Marketing Dalam 17 Menit - October 12, 2024
- Shopee, Telegram, Jet Pribadi, dan Kemandirian Usaha - August 27, 2024
- KEPO 111: Konsekuensi Level 2 - August 22, 2024