Bismillah…
Pada episode kali ini kita akan membahas sebuah tema yang cukup menarik yaitu: Apakah betul, bahwa ternyata otak manusia bekerja sangat lambat? Seperti apa penjelasannya?
Seperti biasa artikel ini didukung oleh Kirim.Email, layanan email infrastructure untuk bisnis di internet. Gunakan kode kupon KEPO untuk diskon 10% semua layanan di Kirim.Email.
Anda juga bisa dengarkan melalui spotify atau aplikasi favorit Anda disini
Daftar Isi
Dengarkan KIRIM.EMAIL Podcast di aplikasi favorit Anda sekarang
Menemukan Kalkulator Casio S100: Refleksi Awal
Beberapa waktu yang lalu saya menemukan cerita tentang kalkulator Casio S100 yang harganya kalau dirupiahkan mencapai Rp. 7 Juta. Jadi apa spsialnya kalkulator ini?
Kalkulator meja ini tidak memiliki fitur canggih seperti WiFi atau kemampuan saintifik, jadi mengapa harganya setinggi itu? Alasannya sederhana: kalkulator ini dirancang sebagai simbol kebanggaan.
Dengan desain premium berbahan logam, lengkap dengan bantalan karet di bagian bawah, kalkulator ini dibuat bukan untuk fungsi, melainkan untuk memuaskan rasa bangga pemiliknya.
Cerita ini menarik untuk saya karena saya pengguna kalkulator seperti ini. Saat saya merekam podcast ini, di meja kerja saya ada kalkulator yang secara fungsi mirip, walaupun secara harga berbeda jauh, kalkulator saya hanya Rp. 100 ribuan yang didapat di toko alat tulis di dekat rumah saya.
Pertanyaan selanjutnya: Untuk apa?
Pentingnya Alat Eksternal dalam Kehidupan
Bagi saya, kalkulator sederhana yang ada di meja adalah contoh nyata alat eksternal yang membantu saya mengelola tugas kompleks.
Ketika saya berbicara dengan klien, perhitungan angka sering kali menjadi bagian dari diskusi.
Dengan kalkulator ini, saya bisa tetap fokus pada percakapan tanpa terganggu oleh perhitungan manual.
Selain kalkulator, saya juga rutin membawa buku catatan fisik ke mana-mana sejak tahun 2013. Buku catatan ini adalah sahabat setia saya untuk mencatat ide-ide dan mengorganisasi pikiran.
Menulis di atas kertas memberikan pengalaman yang berbeda dibandingkan mengetik di aplikasi digital seperti Notion atau Obsidian.
Menariknya, saya juga menggunakan perekam suara untuk menangkap ide-ide mendadak yang mungkin hilang jika tidak segera dicatat. Alat-alat ini adalah “teman” yang membantu saya memanfaatkan waktu dengan lebih bijak.
Pengalaman ini memperlihatkan betapa pentingnya alat eksternal untuk membantu kita mengatasi satu kenyataan yang sering kali tidak disadari banyak orang: otak manusia sangat lambat dalam memproses informasi.
Tentang Temuan Otak Manusia Itu Sangat Lambat
Sebuah penelitian terbaru dari California Institute of Technology (Caltech) mengungkap fakta mengejutkan tentang kecepatan berpikir manusia.
Tim peneliti yang dipimpin oleh Prof. Markus Meister dan Jieyu Zheng menemukan bahwa otak kita hanya memproses informasi dengan kecepatan 10 bit per detik.
Apa artinya ini? Bayangkan indera kita mampu mengumpulkan data hingga 1 miliar bit per detik. Namun, dari “banjir data” tersebut, hanya 10 bit yang benar-benar diproses oleh otak untuk memahami dunia dan membuat keputusan.
Ini seperti mencoba memahami dunia dengan “celah kecil” di tengah arus data yang deras.
Mengapa demikian? Para peneliti berhipotesis bahwa kecepatan 10 bit per detik ini merupakan hasil adaptasi dari nenek moyang kita. Di masa lalu, manusia hidup di dunia yang bergerak lebih lambat, sehingga kemampuan berpikir cepat tidak menjadi kebutuhan utama.
Saat itu, kemampuan bertahan hidup lebih tergantung pada pengamatan dan refleksi mendalam daripada pengambilan keputusan instan.
Penelitian ini dipublikasikan pada akhir tahun 2024 dalam jurnal Neuron. Dilakukan di California Institute of Technology, penelitian ini melibatkan eksperimen seperti membaca, bermain video game, dan menyelesaikan Rubik’s Cube.
Meski terdengar lambat, kecepatan ini terbukti cukup efektif untuk membantu manusia bertahan hidup dalam kondisi alami. Prof. Meister menyatakan bahwa kecepatan ini mencerminkan cara otak melindungi diri dari kelebihan informasi di dunia yang berubah perlahan.
Temuan ini memberikan perspektif baru tentang bagaimana otak kita bekerja dan mengapa kita sering merasa kewalahan dalam menghadapi arus data yang terus meningkat di era digital.
Kecepatan berpikir 10 bit per detik, meski terkesan lambat, mungkin adalah cara alami otak untuk menjaga keseimbangan dan fokus pada apa yang penting.
Brain Rot: Fenomena Modern di Era Digital
Di era digital, istilah “brain rot” atau “digital dementia” menjadi semakin relevan. Fenomena ini, yang dinobatkan sebagai Oxford Word of the Year 2024, menggambarkan penurunan fungsi kognitif akibat ketergantungan berlebihan pada perangkat digital.
Dalam keseharian, brain rot sering kali tidak disadari tetapi berdampak besar pada produktivitas dan kesejahteraan mental.
Gejala brain rot meliputi penurunan daya ingat, rentang perhatian yang lebih pendek, serta kesulitan dalam menyelesaikan tugas kompleks. Multitasking digital juga menjadi salah satu penyebab utamanya.
Alih-alih meningkatkan efisiensi, multitasking justru membuat kita sering berpindah-pindah tugas tanpa fokus yang mendalam.
Lebih jauh, penelitian menunjukkan bahwa brain rot dapat menyebabkan perubahan struktur otak, khususnya di area yang bertanggung jawab atas pengendalian impuls dan pengambilan keputusan.
Solusi untuk Mengatasi Brain Rot
Membaca tentang fenomena ini membuat saya menyadari pentingnya mengambil langkah untuk melindungi otak dari dampak negatif teknologi.
Salah satu langkah pertama yang saya ambil adalah kembali ke kebiasaan membaca buku fisik. Membaca buku cetak tidak hanya membantu meningkatkan memori, tetapi juga memberi otak kesempatan untuk beristirahat dari layar digital.
Selain itu, menulis dengan tangan adalah kebiasaan yang saya pertahankan. Menulis tangan melibatkan lebih banyak area otak, memperkuat koneksi neuron, dan meningkatkan kemampuan memori jangka panjang.
Saya juga berusaha mengurangi multitasking dengan fokus pada satu tugas dalam satu waktu. Kebiasaan ini membantu meningkatkan efisiensi dan kualitas hasil kerja.
Proses Belajar yang Membutuhkan Waktu
Sebagai seseorang yang sering berbagi tentang pentingnya belajar, saya selalu mengingat pesan dari Imam Syafi’i bahwa ilmu membutuhkan enam perkara: kecerdasan, kesungguhan, kesabaran, bekal, petunjuk guru, dan waktu yang lama.
Proses belajar bukanlah sesuatu yang instan. Langkah-langkah kecil yang konsisten lebih efektif daripada mencoba memahami semuanya sekaligus.
Dalam pengalaman saya mengelola bisnis Kirim.Email, saya melihat pentingnya edukasi yang bertahap. Misalnya, saya mendesain program edukasi pelanggan dalam langkah-langkah kecil agar mereka benar-benar memahami nilai produk kami.
Pendekatan ini juga berlaku dalam kehidupan pribadi, di mana komunikasi yang sederhana dan konsisten menjadi kunci untuk mencapai pemahaman bersama.
Kesimpulan: Menyadari dan Mengatasi Keterbatasan
Melalui refleksi ini, saya semakin memahami bahwa meskipun otak manusia lambat, ia memiliki kemampuan unik untuk fokus dan beradaptasi.
Dengan memanfaatkan alat eksternal, menjaga kebiasaan sehat, dan terus belajar, kita bisa mengatasi keterbatasan ini dan tetap produktif di era modern.
Yang terpenting adalah bagaimana kita merespons fakta ini dengan cara yang positif untuk meningkatkan kualitas hidup kita.
Daftar Pustaka:
- Kalkulator Casio S100: https://gigazine.net/gsc_news/en/20151029-casio-s100/
- Brain Rot Overview: https://www.calm.com/blog/brainrot
- Digital Dementia and Productivity: https://freedom.to/blog/brain-rot-is-wrecking-your-productivity/
- Cognitive Studies on Brain Rot: https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6814302/
- Screen Time Effects on Brain Rot: https://timesofindia.indiatimes.com/life-style/health-fitness/health-news/is-your-screen-time-killing-your-brain-the-shocking-truth-about-brain-rot/articleshow/116197507.cms
- Neurological Impact Studies: https://english.elpais.com/technology/2024-12-26/the-effects-of-brain-rot-how-junk-content-is-damaging-our-minds.html
- Managing Digital Dependency: https://www.newportinstitute.com/resources/co-occurring-disorders/brain-rot/
- Reading and Cognitive Health: https://cherylstephens.substack.com/p/brain-rot-retrograde-reading
- Handwriting Benefits: https://www.frontiersin.org/news/2024/01/26/writing-by-hand-increase-brain-connectivity-typing
- Reading for Mental Well-Being: https://www.nuvancehealth.org/health-tips-and-news/physical-and-mental-health-benefits-of-reading-books
- Handwriting and Learning: https://www.sciencenews.org/article/handwriting-brain-connections-learning
- Print vs Digital Reading: https://www.thedailystar.net/opinion/views/news/our-brains-react-differently-digital-and-printed-text-what-does-mean-readers-3304841
- Memory and Handwriting: https://www.oxfordlearning.com/how-writing-by-hand-boosts-memory-and-learning/
- Cognitive Health through Reading: https://www.matherhospital.org/wellness-at-mather/diseases-conditions/your-brain-on-books/
- Maintaining Cognitive Health: https://www.thegoldentimes.com.au/why-reading-is-important-for-maintaining-cognitive-health/
- National Geographic on Handwriting: https://www.nationalgeographic.com/science/article/benefits-of-handwriting
- KEPO 117 – Ternyata Otak Manusia Kerjanya Lambat Sekali? - January 6, 2025
- KEPO 116 – Potensi Penipuan “Honey” dan Resiko Affiliate Marketing - December 30, 2024
- KEPO 115: Memperkenalkan Hipotesis Mantra Sihir - December 28, 2024