Bismillah…
Selamat datang kembali di KEPO-KIRIM.EMAIL Podcast episode 81.
Pada episode kali ini, saya teringat dengan sebuah buku yang ditulis berdasarkan podcast “How I Built This with Guy Raz“. Dimana Guy Raz mewawancari banyak tokoh bagaimana mereka membangun perusahaannya.
Namun ada satu bab yang membuat saya terngiang terus, yaitu dibab awal sekali. Tapi untuk membahas bab tersebut, saya akan menceritakan kisah dari salah seorang teman saya.
Dengarkan KIRIM.EMAIL Podcast di aplikasi favorit Anda sekarang
Sebut saja nama beliau Budi, saya tidak akan memberikan nama asli beliau. Budi saat itu sedang bekerja disebuah perusahaan yang cukup besar dan kami sering ngopi bareng jika budi datang ke Bandung.
Di satu saat kami ngopi bareng, Budi bercerita bahwa ia mendapatkan tawaran untuk bergabung dengan sebuah start up baru di Jerman. Budi sebenarnya sangat tertarik dengan tawaran ini, namun Budi memiliki keraguan.
Mungkin sebagian dari kita tahu, start up rentan mengalami krisis dan tidak ada jaminan bagi Budi dan keluarga untuk bertahan di Jerman nanti. Berbeda dengan pekerjaan Budi saat ini, sebagian besar telah dijamin oleh perusahaan.
Lalu Budi menanyakan, jika saya mendapatkan tawaran tersebut apa yang akan saya lakukan? Saya pun menjawab, saya mungkin akan mengambil tawaran tersebut karena pengalaman yang akan saya dapatkan akan lebih berharga dibandingkan gaji yang akan saya dapatkan. Namun hal itu saya katakan karena kondisi saya saat ini, dan mungkin jika saya berada di kondisi Budi saat itu, saya juga akan memiliki keraguan.
Setelah 2 minggu berlalu, Budi mengabarkan melalui chat bahwa ia tidak jadi mengambil penawaran tersebut. Selang beberapa tahun berlalu, akhirnya kami dapat ngopi bareng lagi di Bandung.
Satu kata yang diutarakan pertama kali oleh Budi adalah “Saya merasa tidak kemana-mana mas, saya merasa stuck”. Sentak saya kaget dengan perkataannya, karena saya lihat Budi telah memiliki banyak perubahan dibanding beberapa tahun yang lalu. Budi ternyata masih bekerja di perusahaan yang sama semenjak terakhir kali kami ngopi bareng.
Budi telah memiliki mobil yang lebih bagus, anaknya yang dulu 1 sekarang sudah memiliki 2 anak yang cantik dan tampan. Dan juga Budi sudah memiliki posisi yang cukup bagus diperusahaan tersebut.
Karena memang, di perusahaan yang sudah settle seperti perusahaan Budi. Mungkin tidak ada lompatan yang bisa Budi lakukan, sehingga Budi merasa tidak berkembang. Dimana hal ini bisa jadi sangat berbahaya, karena tidak adanya sense of achievement yang diharapkan oleh Budi. Lama kelamaan hal ini bisa saja menjadi “penyakit mental” jika kita kurang bersabar.
Hal ini membawa saya kepada kesimpulan yang saya dapatkan dari bab awal buku “How I Built This”. Terkadang kita sulit membedakan mana yang takut dan mana yang berbahaya.
Keraguan yang Budi Alami beberapa tahun yang lalu adalah ketakutan Budi, tapi di sisi lain mungkin hal itu tidak berbahaya untuk Budi. Sama halnya antara Kuda Nil dan Hiu, jika ditanyakan mana yang lebih menakutkan? kemungkinan besar kita akan mengatakan Hiu. Tapi mungkin hiu tidak lebih menyebabkan kematian dibandingkan dengan kuda nil yang sering digambarkan dengan sosok yang imut.
Contoh lain, lebih banyak mana kematian antara karena serangan buaya dan jatuh di kamar mandi? Kemungkinan besar kita akan mengatakan buaya, karena buaya memiliki citra yang menyeramkan. Tapi secara statistik, kematian karena jatuh di kamar mandi lebih tinggi dan hal ini pernah saya alami, dimana orang yang cukup dengan saya wafat setelah jatuh di kamar mandi. Dan hal ini berbekas didalam ingatan saya hingga saat ini.
Jadi Apakah kita saat ini sudah bisa membedakan mana yang merupakan ketakutan dan mana yang sebenarnya berbahaya?
Saya Fikry Fatullah dan sampai jumpa di KEPO-KIRIM.EMAIL Podcast Episode berikutnya.
- KEPO 112: Marketing Dalam 17 Menit - October 12, 2024
- Shopee, Telegram, Jet Pribadi, dan Kemandirian Usaha - August 27, 2024
- KEPO 111: Konsekuensi Level 2 - August 22, 2024