Bismillah. Baru-baru ini, Facebook mengumumkan akan meluncurkan mata uang digital yang bernama Libra.
Isu mata uang digital ini sudah lama sekali beredar dan dibahas di media, karena belum ada namanya saat itu, beberapa media lantas menyebutnya dengan “Facecoin” yang merupakan gabungan dari “Facebook” dan “Bitcoin”.
Ya, mata uang digital Facebook memang berbasis Blockchain seperti layaknya Bitcoin.
Libira sendiri terbagi menjadi 3 komponen besar:
- Libra sebagai nilai tukar itu sendiri.
- Libra Association – Lembaga nirlaba yang menaungi nilai tukar Libra. Didalamnya terdiri dari perkumpulan 28 organisasi, dan berpusat di Jenewa, Swiss.
- Calibra dari Facebook – Dompet digital, cikal bakal layanan yang nantinya akan bisa digunakan oleh masyarakat. Dimana visinya, setiap orang bisa melakukan pembayaran semudah mengirim chat atau foto di WhatsApp.
Namun, membahas nilai tukar, apalagi dengan skala 2 Milyar lebih pengguna seperti Facebook, menjadikan pembahasan ini akan jadi seperti membahas ekonomi makro.
Dan membahas ekonomi makro tidak akan bisa lepas dari membahas politik.
Inilah mungkin alasannya kenapa sangat menantang memahami ekonomi makro. Beberapa keputusan atau regulasi dalam ekonomi makro diambil atas dasar kepentingan politik, dan bukan berlandaskan prinsip ekonomi.
Jadi ya landasan berpikirnya masing-masing, tergantung siapa dan apa kepentingannya.
Karenanya menurut saya, kemungkinan akan terlalu dini untuk menilai bagaimana Libra akan mempengaruhi aktivitas transaksi masyarakat secara global, apalagi mengantisipasi dampak negatifnya kepada segmen masyarakat yang unbankable, atau masyarakat yang belum tersentuh bank.
Tapi ada beberapa hal yang menjadi perhatian saya saat Mark Zuckerberg mengumumkan Libra melalui akun pribadinya di Facebook.
Ini beberapa diantaranya:
Illusion Of Control
Saya pernah membaca sebuah artikel di internet yang menyatakan bahwa tombol menutup pintu didalam lift sebenarnya tidak akan menutup pintu lift-nya.
Berapa kalipun kita tekan tombol itu, pintu lift tetap akan tertutup sesuai dengan waktunya untuk tertutup.
Jadi untuk apa tombol itu? Beberapa orang lalu muncul dengan teori illusion of control ini, bahwa beberapa orang akan menjadi lebih tenang kalau ia berpikiran bahwa ia memegang kendali.
Jadi apa hubungannya?
Sebelum pengumuman Libra, Facebook memenuhi media dengan berita yang kurang baik terkait kasus Cambridge Analytica. Inti dari kasus ini adalah Cambridge Analytica berhasil mengambil data pribadi dari 87 juta pengguna Facebook.
Kasus ini mengakibatkan krisis kepercayaan publik ke Facebook. Bahkan pendiri WhatsApp (perusahaan yang juga dimiliki oleh Facebook) terang-terangan mengkampanyekan bagi semua orang untuk menutup akun Facebook-nya.
Jadi, bagaimana sebuah instansi yang sudah krisis kepercayaan, lalu bisa kembali dipercaya oleh publik sebelum meluncurkan nilai tukar sendiri?
Padahal, nilai tukar yang tidak di backup oleh emas itu bergantung kepada kepercayaan masyarakat terhadap lembaganya.
Jawabannya adalah illusion of control.
Facebook menyatakan bahwa Libra ini TIDAK akan berada dibawah Facebook, melainkan berada dibawah Libra Association yang mengatur Libra nantinya.
Libra Association ini didalamnya terdiri dari 28 perusahaan, diantaranya perusahaan layanan finansial seperti Paypal, Uber, Stripe, bahkan dedengkot seperti Mastercard dan Visa.
Inilah yang menurut saya memberikan ilusi kepada masyarakat. Libra Association membuat seolah-olah Facebook hanya satu bagian dari lembaga yang lebih besar yang akan meregulasi Libra. Lembaga ini juga yang akan menjamin Libra ter-bakcup oleh Dollar nantinya, tidak seperti Bitcoin yang tidak didasari apapun. Karenanya Libra akan menjadi lebih stabil.
Tapi, menurut saya Libra adalah Facebook. Titik. Dan semua keputusan nantinya yang ada di Libra, itu akan mengacu kepada kepentingan Facebook.
Kok begitu?
Saya jelaskan. Teknologi Blockchain sudah ada dari 10 tahun yang lalu, namun sampai detik ini, Bitcoin dan cryptocurrency yang lain, belum juga menjadi nilai tukar yang umum digunakan oleh masyarakat. Belum mainstream.
Dan jika bagi masyarakat perkotaan saja masih belum mainstream, apalagi segmen masyarakat yang unbankable, alias tidak bisa tersentuh sistem perbankan, yang merupakan target pasar utama Libra.
Setelah 10 tahun Bitcoin “hanya” menjadi semacam instrumen untuk investasi. Sebagian besar pemilik Bitcoin itu membelinya untuk disimpan, lalu mengharapkan return atau pengembalian dari peningkatan nilai Bitcoin terhadap uang fiat.
Saat saya menulis ini, masih sangat menantang bagi sebuah bisnis misalnya, untuk menerima pembayaran dengan menggunakan Bitcoin. Mahalnya biaya transaksi dan fluktuasi Bitcoin terhadap Dollar sering menjadi alasan. Jadi akhirnya transaksi Bitcoin menjadi mirip jual beli emas, umumnya hanya dibeli untuk disimpan.
Artinya, sampai saat ini belum ada satu lembaga pun yang bisa membuat cryptocurrency menjadi sistem pembayaran yang bisa digunakan oleh masyarakat umum. Belum ada.
Bahkan, saya percaya jika 28 lembaga tadi itu (minus Facebook) menggabungkan kekuatan sumberdaya mereka pun, saya ragu mereka akan bisa membuat Libra diadopsi secara masif ke publik
Facebook lah kuncinya. Facebook lah yang memiliki kemampuan untuk mendistribusikan cryptocurrency ke masyarakat umum. 28 perusahaan lagi itu sifatnya hanya support. Pendukung. Dan lagi, untuk memberikan ilusi ke masyarakat bahwa bukan Facebook yang memegang kendali Libra.
Saat ini, Facebook adalah satu dari sedikit lembaga yang memiliki kekuatan untuk membuat Libra bisa diadopsi dan digunakan masyarakat umum.
Facebook punya teknologinya, Facebook punya orang-orangnya, Facebook punya saluran distribusinya (saluran distribusi yang lebih besar dari 28 lembaga tadi digabungkan). Dan yang paling penting, Facebook punya datanya. Facebook memahami dan punya kekuatan untuk membangun atau mengendalikan perilaku masyarakat. Ini sudah terbukti di kasus Cambridge Analytica.
28 lembaga lain yang tergabung saya percaya akan bisa meregulasi Libra, dan memantau semuanya bekerja dengan semestinya. Namun tanpa Facebook, Libra bisa-bisa jadi sama saja nasibnya dengan cryptocurrency yang lain.
Facebook mengaku bahwa Libra akan terpisah dari Facebook. Secara teknologi saya percaya, Facebook tidak bisa mengakses data pengguna Liba, dll, sesuai klaim Facebook. Namun secara pengambilan keputusan? Saya ragu Libra bisa terpisah dari Facebook.
Libra adalah Facebook. Dan saya tidak akan percaya dengan yang mengatakan sebaliknya, mungkin, sampai ada bukti yang mendukung lagi.
Nation Interest
Jika Libra adalah Facebook, pertanyaan yang muncul di benak saya selanjutnya: Apa kepentingan Facebook merilis Libra?
Jika Facebook adalah negara, maka jumlah penduduknya lebih banyak dari China. Dan kini, negara terbesar di dunia itu sudah memiliki nilai tukar sendiri.
Setiap negara, memiliki yang namanya nation interest, atau kepentingan utama dari sebuah bangsa.
Jadi, apa kepentingan Facebook?
Cukup mudah melihat apa kepentingan utama sebuah negara, lihat darimana uangnya masuk dan kemana uangnya mengalir.
Dalam konteks Facebook, pemasukan terbesarnya dari iklan. Tidak seperti Google, Facebook, Microsoft, atau Amazon yang sumber pemasukannya cukup bervariasi. Facebook hampir tidak memiliki sumber pemasukan lain selain iklan.
Jadi, kepentingan Facebook tidak akan jauh-jauh dari menjual iklan ini.
Dilihat dari sisi ekonomi, maka Libra prioritasnya akan tidak jauh-jauh dari:
- Untuk pembayaran iklan Facebook.
- Untuk memudahkan Facebook membayar display iklan video ke pembuat konten melalui Adbreak.
- Untuk transaksi didalam Facebook Marketplace.
- Transaksi atau transfer nilai tukar melalui WhatsApp/ Facebook Messenger.
Dilihat dari sisi ekonomi, maka Libra tidak terlihat mengkhawatirkan, malah justru mungkin sangat bermanfaat.
Tapi seperti yang saya katakan diatas, membahas nilai tukar = membahas ekonomi makro. Dan membahas ekonomi makro tidak bisa hanya membahas dari sisi ekonominya, ada sisi politik yang tidak akan bisa lepas. Kepentingan politik sering kali menghilangkan hal-hal baik dan bermanfaat dari sesuatu.
Jika Libra berhasil diadopsi secara masif, maka Facebook akan jadi instansi terbesar yang tahu kemana transaksi semua orang di seluruh dunia mengalir, berapa yang tersimpan, dan berapa yang mereka terima.
Saat kekuatan sebesar itu bertemu dengan kepentingan politik yang kurang baik, maka akan berpotensi berbahaya bagi masyarakat terutama yang menggunakan Libra nantinya.
Butuh waktu 14 tahun bagi dunia untuk menyadari sisi berbahaya Facebook dalam pengendalian data dan penyebaran informasi. Memang, Facebook akhirnya sadar dan mulai memperbaiki, namun kerusakannya sudah terjadi.
Dan bagaimana perbaikannya? Terutama pada bagian penyebaran informasi? Ternyata belum begitu baik juga.
Beberapa waktu yang lalu, 3 orang mantan karyawan Facebook yang bertugas memoderasi konten, membeberkan betapa mengerikannya bekerja di bagian pengawasan penyebaran berita. Facebook menyewa Cognizant, sebuah lembaga professional untuk memoderasi konten yang beredar di Facebook. Dan lembaga ini belum pernah mencapai target yang ditetapkan oleh Facebook.
Jika dalam penyebaran informasi, Facebook seperti masih keteteran, bagaimana jika nanti sudah terlibat dalam penerbitan, dan pengedaran nilai tukar?
Bayangkan skenario saat Libra sudah diserap oleh negara yang masyarakatnya masih unbankable, maka Libra akan berpotensi menentukan kondisi perekonomian negara itu.
Artinya, kesalahan dengan skala seperti kasus Cambridge Analytica, namun ke nilai tukar, bisa berpotensi menghancurkan perekonomian sebuah negara. Karena yang diambil bukan lagi data, tapi kekayaan/ uang.
Dan jika pemikiran dan opini saja bisa diubah/ dikendalikan, apalagi hanya transaksi.
Libra dan Indonesia
Indonesia sebagai negara dengan jumlah pengguna Facebook ke-4 terbesar di dunia, dan jumlah pengguna Instagram terbesar ke-3 di dunia, tidak akan luput dari sorotan Facebook.
Ditambah lagi dengan relatif masih besarnya segmen masyarakat yang unbankable di Indonesia, maka kita adalah potensi studi kasus terbaik untuk Libra. Emas.
Seperti yang saya katakan diatas, kepentingan Facebook adalah kepentingan Libra. Dan Indonesia adalah potensi pasar yang besar bagi Facebook untuk penyebaran Libra.
Jadi, bagaimana nasib Fintech di Indoneska seperti Go-Pay, OVO, dll?
Sampai detik ini, kepentingan masing-masing perusahaan Fintech menghalangi masyarakat Indonesia untuk menikmati transaksi antar lembaga.
Duit di Go-Pay tidak bisa digunakan membayar transaksi Tokopedia, karena Tokopedia hanya menggunakan Ovo. Duit di Ovo tidak bisa digunakan untuk belanja di Bukalapak, karena mereka pakai Dana. Dari sisi pengguna, ini ribet.
Jadinya duit masyarakat sebagian di Go-Pay, sebagian di Ovo, sebagian di Dana, sebagian di e-Money untuk jalan tol, dll. Tersebar. Berantakan.
Sampai ke level individu, untuk transaksi pribadi, seseorang tidak bisa transfer ke teman yang menggunakan Ovo ke Go-Pay. Dan menurut saya akan lama sekali baru kepentingan-kepentingan ini bisa menyatu.
Lalu datanglah Libra. Sebuah platform yang bisa transfer duit dan melakukan pembayaran via WhatsApp, aplikasi kecintaan masyarakat Indonesia.
Ia datang dalam damai, misinya sosial bukan bisnis, menyentuh masyarakat unbankable yang mungkin tidak bisa diterima Go-Pay, tapi di sisi lain menawarkan pembayaran yang lebih fleksibel dari Go-Pay.
Bayangkan sesuatu yang semudah top-up Go-Pay, tapi bisa bayar apapun diseluruh dunia, dan diterima oleh jutaan pengguna WhatsApp di Indonesia, dan belum lagi diterima untuk oleh bisnis seperti kuliner. Inilah potensi Libra, menjadi standarisasi pembayaran digital di Indonesia, lintas lembaga.
Linkaja apa kabarnya?
Ini cuma mekanisme pasar, yang paling fleksibel yang akan menang. Sederhana. Dan Libra berpotensi menjadi lebih fleksibel dari semua lembaga Fintech di Indonesia.
Kecuali, mungkin jika perusahaan-perusahaan Fintech memilih bersatu, dan mengenyampingkan ego-nya. Tapi ya saya ragu.
Dari sini, menurut saya adalah game of speed. Siapa yang paling cepat bisa berpartner dengan Facebook untuk membantu distribusi Libra ke masyarakat, maka dialah yang menang.
Dari sisi regulasi, seperti sebelum-sebelumnya, Facebook menurut saya tidak akan mendatangi pemerintah terlebih dahulu dan membahas Libra.
Facebook lebih memiliki kepentingan kepada masyarakat unbankable di Indonesia daripada pemerintah itu sendiri. Dorongan Facebook ke masyarakat Unbankable adalah dorongan ekonomi, disisi lain dorongan pemerintah adalah karena memang kewajiban sebagai pemerintah, kurang memotivasi, timpang.
Jadi inisiatif awalnya Libra menurut saya akan mencari cara mem-bypass pemerintah untuk penetrasi ke masyarakat unbankable tadi. Lagi, seperti yang sudah-sudah.
“Move fast and break things” adalah prinsip yang menurut saya tidak akan pernah hilang dari Facebook selama dipimpin oleh Mark Zuckerberg. Dan prinsip ini menurut saya akan digunakan lagi untuk penetrasi Libra ke masyarakat.
Kalau di Indonesia, ini mungkin mirip seperti: Lebih baik minta maaf, daripada minta izin.
Mungkin bersambung…
- KEPO 112: Marketing Dalam 17 Menit - October 12, 2024
- Shopee, Telegram, Jet Pribadi, dan Kemandirian Usaha - August 27, 2024
- KEPO 111: Konsekuensi Level 2 - August 22, 2024