Bismillah…
Tulisan ini mungkin tulisan yang paling sering direquest oleh pendengar KEPO-KIRIM.EMAIL Podcast. Tapi, biasanya yang bertanya langsung Saya respon saja.
Pertanyaannya juga biasanya cukup umum, seperti: Mic apa yang digunakan Mas? Maka biasanya akan langsung Saya jawab: Samson Meteor.
Sudah.
Setiap ada yang tanya lagi, maka akan Saya jawab lagi seperti itu.
Sebenarnya bukan karena Saya malas menjawab, tapi memang proses membuat podcast di KIRIM.EMAIL itu relatif sederhana dengan peralatan yang bisa dibilang apa adanya.
Sampai suatu hari, sahabat Saya: Fahmi Hakim, menanyakan ke Saya detail proses podcast Saya.
Dulu Saya berpikir, mulai saja dulu, nanti kalau podcast-nya sudah menghasilkan, boleh beli peralatan yang lebih profesional dari duit yang dihasilkan podcast-nya.
Ternyata sekarang setelah 2 judul podcast, dan 240-an episode kemudian, dengan total jutaan pendengar, peralatan Saya ternyata tidak banyak berubah.
Karena Saya merasa tidak perlu. Ini saja sudah cukup.
Jika Kita perhatikan, salah satu podcaster terpopuler di dunia juga memiliki peralatan yang sangat sederhana. Yang mungkin bagi beberapa orang menimbulkan reaksi: Cuma gitu doang?
Ini benar-benar menghilangkan motivasi Saya untuk “upgrade” peralatan.
Ini peralatan podcast Tim Ferriss dulu:
Dan baru-baru ini ia baru saja meng-upgrade peralatannya:
Sebagai catatan, “podcast” yang Saya maksud disini adalah yang berbasis audio, dan hanya audio. Boleh dibilang seperti radio online.
Ini penting Saya sampaikan sekarang karena definisi podcast sudah banyak berubah setelah podcast jadi lebih umum setelah dipopulerkan oleh sosok seperti Deddy Corbuzier.
Banyak yang baru paham podcast beranggapan bahwa podcast = video berisi dua orang lagi ngobrol.
Padahal sebelum Deddy Corbuzier, podcast sudah ada. Dan sampai sekarang format yang paling umum adalah audio.
Saya TIDAK pernah membuat podcast berbasis video. Sampai Saya menulis ini.
Dari sisi monetisasi, podcast juga sangat sederhana, Saya hanya jualan KIRIM.EMAIL. Dan beberapa kali juga mempromosikan produk dari partner Kami, terutama yang masih terhubung dengan KIRIM.EMAIL. Tidak ada iklan atau cara monetisasi lain.
Proses podcast di KIRIM.EMAIL juga sangat sederhana. Saya masih mengerjakan sebagian besar prosesnya sendiri, karena Saya menikmati sekali semuanya. Dan Saya banyak sekali belajar dalam proses membuat podcast hingga tayang.
Daftar Isi
Tujuan Membuat Podcast
Tujuan Saya dulu membuat podcast adalah: Berusaha menjelaskan dengan cara paling sederhana dari sesuatu yang Saya pelajari.
Jadi gol-nya bukan monetisasi, atau menjadi podcaster terbesar di dunia. Jika Saya bisa menjelaskannya dengan sederhana = Saya paham dengan ilmu yang Saya pelajari tersebut.
Jika tidak, maka Saya harus belajar lagi. Sudah hanya itu tujuannya. Pendengar yang suka dengan podcast-nya, dan sales yang terjadi, untuk Saya adalah bonus dan rezeki dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ini mungkin yang paling penting perlu Anda miliki, sebuah tujuan yang jelas. Jangan rekam satu episode pun jika Anda belum punya tujuan yang jelas.
Setelah punya tujuan, maka langkah selanjutnya adalah:
- Riset.
- Produksi.
- Editing (pasca produksi.)
- Publikasi.
- Distribusi.
- Evaluasi.
Kita mulai satu persatu:
Riset
Sumber materi podcast Saya biasanya berasal dari:
- Buku yang Saya baca.
- Sebuah kejadian yang Saya alami atau amati.
- Trend yang sedang ramai.
- Kasus-kasus di bisnis, seringnya dari KIRIM.EMAIL.
- Dari seorang narasumber. Biasanya dari orang yang ingin Saya pelajari pola kesuksesannya.
- Improvisasi, atau sesuatu yang ingin Saya ceritakan saja hanya karena sesuatu itu menarik, tanpa alasan yang jelas.
Apapun sumber materi Anda, satu hal yang harus Anda punya menurut Saya adalah: Buku catatan yang bagus.
Anda bisa saja mencatat di smartphone, iPad/ tablet, atau laptop. Tapi tidak ada yang mengalahkan buku catatan biasa.
Catat semua hal yang bisa Anda catat, karena menurut Saya Kita berpikir dengan cara yang berbeda saat mencatat.
Buku catatan Saya berukuran antara A5 atau A6. Seringnya A6 karena lebih mudah diselipkan di tas atau dibawa kemana-mana.
Buku catatan yang Saya gunakan sejauh ini hanya dua merek.Dulu Saya menggunakan Moleskine.
Sekarang Saya menggunakan merek lokal yang menurut Saya malah lebih bagus dengan harga lebih terjangkau. Namanya Fawn & Luna.
Ide yang tidak menarik untuk ditulis dan dieksplorasi dalam buku catatan, biasanya tidak menarik untuk direkam jadi podcast. Ide-ide liar justru berkembang dari buku catatan.
Coretan dari buku ini kemudian dipindah ke Dynalist, atau ke catatan di Notion.
Dynalist biasanya berisi catatan pertanyaan untuk wawancara. Sedangkan Notion untuk episode dimana Saya berbicara sendiri/ monolog.
Catatan yang dipindah kemudian ditambah dengan data untuk mendukung opini yang Saya sampaikan. Dan juga cerita yang menjadi perekat ke emosi pendengar.
Cerita ini bisa yang Saya alami langsung. Yang dialami oleh teman atau sahabat Saya. Ataupun yang dialami oleh public figure atau organisasi yang dikenal orang banyak.
Hampir semua proses riset ini Saya lakukan online.
Tidak jarang Saya juga membaca langsung dari buku catatan Saya, walaupun acak-acakan.
Setelah yakin dengan apa yang ingin Saya ceritakan, waktunya merekam, atau produksi.
Produksi
Seperti yang Saya katakan di awal, proses produksi Saya sangat sederhana.
Saya memulai podcast dari tahun 2016. Dan mic yang Saya gunakan dari saat itu hingga Saya tulis artikel ini di 2021 adalah: Samson Meteor Mic.
Mic ini sudah banyak spot karat, sudah entah berapa kali terbanting, jatuh dari meja, terkena tumpahan kopi/ air minum. Tapi masih menyala dan suaranya nyaris tidak berubah. Bandel.
Mungkin 90% podcast yang Anda dengar, dan webinar yang Anda tonton. Atau video tutorial yang Anda pelajari di KIRIM.EMAIL, direkam dengan mic ini.
Selain untuk rekaman podcast, Saya juga menggunakan mic ini hampir dalam setiap meeting online atau video call.
Foto diatas adalah versi modifikasi dimana kakinya sudah Saya ganti untuk lebih tinggi, karena sebagian besar proses Saya rekaman podcast itu berdiri. Manusia memiliki cakupan suara yang lebih baik, dan bisa jadi pendengar yang lebih baik saat mereka berdiri.
Namun, ada satu fase dalam kehidupan professional Saya (sebelum pandemi menyerang), dimana Saya sering menghabiskan waktu di perjalanan.
Terkadang Saya meeting, pitching, ketemu klien, ketemu partner, ketemu calon investor, dll. Karenanya Saya sering menghabiskan waktu di hotel, stasiun kereta, coworking space, airport dll.
Perjalanan atau traveling biasanya memberikan Kita banyak sekali inspirasi untuk diceritakan. Karenanya Saya sering sekali rekaman di jalan.
Mungkin sekitar 20-30% episode di KEPO itu Saya rekam saat di perjalanan di luar rumah. Biasanya prosesnya seperti ini:
Jadi dari Samson Meteor Mic, langsung ke laptop. Cukup praktis sebenarnya. Tinggal cari lingkungan yang sepi.
Jika di stasiun atau airport, Saya akan cari coffee shop atau co-working space.
Jika Saya pergi bersama istri dan anak-anak. Maka Saya menunggu sampai malam dan Anak-anak sudah tidur, sebelum mulai rekaman, biasanya di kamar hotel.
Karena mobilitas cukup tinggi, maka Saya memutuskan untuk meng-upgrade proses rekaman podcast Saya. Saya butuh sesuatu untuk dibawa ke lapangan dan merekam tanpa harus membuka laptop. Karenanya Saya membeli sebuah perekam portable bernama: Zoom H5.
Perangkat ini memungkinkan Saya merekam sebanyak 4 channel, tanpa laptop. Artinya bisa hingga 4 orang berbicara berbarengan (butuh alat tambahan). Ringkas, mudah dibawa dan dikeluarkan.
Walaupun Zoom H5 datang dengan mic bawaan, Saya tetap lebih memilih mic dynamic untuk merekam di lapangan. Seperti Samson Meteor diatas, mic bawaan Zoom H5 bertipe condenser. Penjelasan oversimplifikasinya adalah: Mic condenser bisa menangkap suara yang sangat pelan sekalipun dari segala arah.
Itu artinya, jika Anda berada diluar ruangan, maka sebagian besar suara yang bisa ditangkap oleh telinga Anda akan masuk ke dalam rekaman. Mic condenser memang lebih layak untuk digunakan di dalam studio atau di ruangan yang suaranya terkendali.
Untuk di lapangan, Saya membutuhkan mic dynamic, yaitu mic yang hanya akan menangkap sinyal dari satu arah: Arah depan. Dimana mic tersebut diarahkan.
Saya akhirnya membeli mic dynamic terpisah, Saya beli mic yang tahan banting. Alias yang kalau terbanting, Saya tidak sedih, tinggal Saya beli lagi.
Kenapa ini penting? Beberapa orang yang akan Kita interview, mungkin tidak paham dengan cara memperlakukan atau memegang mic dengan benar. Hingga terkadang mic nya terjatuh. Situasi di lapangan juga kadang tidak terkendali. Bisa saja mic Anda kecipratan air minum, kena hujan, dll.
Saya menemukan mic murah, tahan banting, yang suaranya masih lumayan yaitu: Behringer XM1800S.
Satu kotak tipe ini berisi 3 buah mic. 3 Buah! Itu artinya Saya sudah punya cadangan jika sesuatu terjadi.
Saya lalu membeli kabel XLR yang tidak terlalu panjang atau pendek. Ukuran yang pas berada diantara 1.5 – 2 meter.
Saya tidak pernah mem-foto proses wawancara Saya di lapangan, tetapi gambaran besarnya Saya duduk berhadapan dengan narasumber.
Biasanya di sebuah cafe atau rumah makan yang tidak ada musik latarnya. Dan di waktu yang tidak begitu ramai.
Jika ingin aman, Anda bisa rekaman di kantor narasumber. Karena biasanya situasinya relatif lebih terkendali. Lihat gambar dibawah sebagai ilustrasi.
Jika merekam dengan Zoom H5, maka Saya tidak menggunakan software atau aplikasi terpisah. Namun jika merekam dari laptop, Saya menggunakan satu diantara dua aplikasi ini:
Audacity itu gratis, sehingga bisa langsung Anda download dan gunakan. GarageBand adalah aplikasi yang hanya tersedia di ekosistem Apple seperti Mac dan iPad.
Jika Saya rekaman dengan narasumber dari jarak jauh, biasanya Saya merekam dengan fitur rekaman bawaan aplikasi meeting/ video call. Aplikasi seperti Zoom, Skype, dan Jitsi itu sudah punya fitur rekaman bawaan. Jadi praktis tinggal direkam saja. Nanti hasil rekamannya tinggal di edit.
Sudah, proses Saya sebagian besar seperti itu dari awal Saya memulai podcast di 2016.
Anda bisa saja beli peralatan yang lebih baik, dan hasil rekamannya akan lebih baik juga. Alternatif Samson Meteor ada Blue Yeti yang cukup ternama dan banyak digunakan oleh podcaster professional.
Alternatif Behringer XM1800S adalah Shure SM7B yang mungkin sudah sering Anda lihat di Deddy Corbuzier Podcast atau Joe Rogan. Tim Ferriss juga sudah meng-upgrade mic nya dengan mic ini. Lihat foto di awal tulisan ini.
Terkhusus untuk Shure SM7B Anda akan membutuhkan mixer, atau minimal sound card external, atau sering juga disebut audio interface untuk menghubungkannya ke laptop/ komputer Anda.
Akan percuma jika Mic Anda bagus, tapi audio interface nya murahan, karena sinyal-nya akan berubah sangat banyak saat proses suaranya masuk ke laptop Anda. Saya menyarankan Focusrite Scarlett 2i2, atau Presonus Audiobox untuk mengimbangi Shure SM7B.
Tentu saja hasilnya akan langsung bisa Anda dengarkan bedanya, apalagi jika Anda cukup sensitif. Ada harga ada rupa. Tapi kembali lagi, Anda tidak perlu mic yang mahal untuk memulai. Audio interface juga seringnya memperpanjang proses produksi podcast Anda. Jadi pertimbangkan baik-baik sebelum beralih ke peralatan audio yang “serius.”
Saya biasanya menantang diri Saya untuk 50 episode dulu sebelum upgrade peralatan podcast. 50 episode biasanya cukup untuk membuktikan seberapa serius seseorang ingin membuat podcast. Biasanya setelah 50 episode, Anda tidak merasa ingin upgrade lagi.
Editing
Tidak semua episode yang Saya rekam kemudian masuk proses editing. Beberapa episode tidak layak tayang. Mungkin ada puluhan rekaman podcast Saya tidak pernah melihat cahaya mentari. Hanya tersimpan saja di laptop Saya atau di memory card didalam Zoom H5. Karena menurut Saya ceritanya tidak menarik saat Saya dengar kembali.
Tapi beberapa cerita begitu luar biasanya, sampai biasanya Saya bela-belain editing walaupun sedang dalam perjalanan.
Editing dalam sebuah perjalanan dengan kereta ke Jakarta.
Dalam mengedit pun proses Saya cukup sederhana. Pada prinsipnya, Anda hanya perlu membuat podcastnya terdengar enak dari perangkat apapun pendengar Anda mendengarkan podcast Anda.
Akan sangat membantu jika Anda memiliki headphone yang bagus. Untuk mengedit biasanya ada headphone khusus yang sering disebut monitor headphones.
Headphone ini, sesuai namanya, hanya berfungsi untuk memonitor rekaman Anda. Jangan berharap ada fitur canggih seperti noise cancellation, atau fitur wireless/ bluetooth, karena kebanyakan akan menggunakan kabel. Fungsi utamanya memang untuk produksi dan editing. Bukan untuk konsumsi audio.
Headphone yang dari dulu Saya gunakan adalah Audio-Technica ATH-M30x. Sekarang mungkin sudah ada seri barunya, tapi Saya masih menggunakan ini.
Banyak yang bertanya apakah sesuatu seperti Airpods biasa cukup layak untuk digunakan mengedit. Jawabannya menurut Saya: Ya, cukup layak. Anda bisa memulai dengan AIrpods atau earphone yang cukup bagus.
Jika Saya berada di lapangan dan tidak membawa laptop, maka Saya langsung menghubungkan Zoom H5 ke iPad. Lalu Saya mengedit menggunakan aplikasi bernama Hokusai 2.
Proses editing Saya juga sangat sederhana:
- Menghilangkan bagian-bagian yang tidak dibutuhkan seperti “eeeh,” “aaah,” “mmmmm,” “eeeee,” dan suara-suara lain yang menghabiskan waktu atau tidak ada kepentingannya untuk berada di sana.
- Menyeimbangkan tingkat atau level kuatnya suara di sepanjang rekaman, terutama jika Saya rekaman dengan narasumber. Hampir semua aplikasi yang Saya sebutkan diatas memiliki sebuah fitur yang namanya “normalize,” yang fungsinya menormalisasi hasil suara rekaman Kita.
- Terkadang Saya menggunakan fitur yang namanya kompresor, untuk mengangkat suara yang terlalu kecil, dan menekan suara yang terlalu besar.
- Dalam kondisi yang sangat jarang sekali, Saya menggunakan EQ untuk menurunkan frekuensi yang terlalu tajam ke telinga.
Hampir semua yang Saya sebutkan diatas bisa Anda pelajari di internet. Dan caranya juga sangat sederhana.
Biasanya yang Saya lakukan hanya poin pertama saja, karena mayoritas apa adanya hasil rekaman menurut Saya sudah sangat layak. Lagi, menambah proses adalah menambah waktu dan kerumitan.
Hasil editing kemudian di export sebagai MP3, kemudian di publikasi.
Publikasi
File MP3 yang sudah selesai, biasanya Saya upload ke penyimpanan berbasis cloud. Seringnya Saya menggunakan Box.com.
Dari Box.com, link nya akan Saya serahkan ke tim marketing dan desain di KIRIM.EMAIL untuk di proses menjadi episode di KEPO-KIRIM.EMAIL Podcast.
Proses yang terjadi dari sini adalah:
- Membuat podcast notes. Mudahnya: Membuat versi artikel dari setiap audio.
- Membuat cover atau gambar yang digunakan untuk promosi setiap episode.
- Optimasi SEO dan penawaran untuk setiap episode.
Semua proses ini terjadi di Basecamp. Aplikasi yang Kami gunakan untuk komunikasi.
Setelah kontennya selesai, maka episodenya siap untuk didistribusikan.
Distribusi
Distribusi adalah proses dimana rekaman Anda bisa didengarkan oleh pendengar podcast, dimanapun, kapanpun, dan yang paling penting: Dengan aplikasi apapun.
Kami menggunakan Soundcloud sebagai pilihan podcast hosting Kami. Saat ini sudah banyak pilihan podcast hosting. Seperti Anchor yang gratis dan mudah digunakan.
Tim konten di KIRIM.EMAIL juga mengkonversi rekaman podcast menjadi artikel blog yang kemudian tayang di KIRIM.EMAIL Blog.
Setelah artikel blog nya dipublikasi, maka kemudian didistribusikan melalui email list, Telegram Channel, dan sosial media. Khusus untuk sosial media, kontennya disesuaikan untuk kebutuhan masing-masing saluran sosial media.
Kami menyebutnya micro content. Contohnya seperti ini:
Sudah selesai.
Selanjutnya? Ulangi dari riset untuk episode selanjutnya.
—
Akan selalu ada peralatan yang lebih bagus, lebih mahal. Akan selalu ada aplikasi yang lebih baik. Beberapa yang Saya gunakan di atas mungkin jauh dari ideal. Apakah ingin Saya tingkatkan lagi? Mungkin.
Tapi pada akhirnya, semua kembali ke apa yang mau Kita ceritakan. Cerita yang Kita sampaikanlah yang pada akhirnya mampu memberikan perubahan. Bukan pada peralatan atau prosesnya.
Karenanya, tulisan ini bukan tutorial, atau sebuah proses yang harus Anda gunakan untuk membuat podcast. Ini hanya dokumentasi atau catatan pribadi dari apa yang Kami lakukan.
Selamat berkreasi.
Catatan: Untuk proses mengubah pendengar jadi pembeli, sudah Saya bahas di Podcast Funnel yang ada di Super Sales Funnel.
- KEPO 112: Marketing Dalam 17 Menit - October 12, 2024
- Shopee, Telegram, Jet Pribadi, dan Kemandirian Usaha - August 27, 2024
- KEPO 111: Konsekuensi Level 2 - August 22, 2024