Brand adalah salah satu aset perusahaan yang tidak berwujud (intangible asset) dimana nilainya bisa jauh lebih besar dari aset yang berwujud (tangible asset). Sebagai contoh brand atau merek SGM Aktif, SGM Eksplor, Lactamil, SGM Bunda dan Vitalac. Sebelum diakuisi oleh Danone nilai asset tidak berwujudnya Rp 3 triliun sedangkan untuk aset berwujudnya hanya 1 triliun.
Namun setelah diakusisi oleh Danon asset berwujudnya naik menjadi Rp 2 Triliun sedangkan aset tidak berwujudnya naik menjadi Rp 20 Triliun. Maka tidak mengherankan bila banyak perusahaan mulai dari UKM hingga perusahaan besar, berlomba-lomba untuk membangun brand.
Setelah brand terbangun maka tantangan bagi perusahaan tidak berhenti sampai di situ saja. Perusahaan punya tantangan baru yang bisa jadi lebih berat, yaitu melindungi brand yang sudah terbangun serta mempertahankan produknya dari pembajakan atau menghindari pemalsuan.
Bila sebuah perusahaan tidak bisa mempertahankan salah satunya maka bisa berujung pada kegagalan. Citra brand yang sudah terbangun menjadi jelek di masyarakat dan penjualan bisa turun drastis akibat pembajak atau pemalsuan ini.
Terkait mempertahankan brand dan menghindari pemalsuan, baru-baru ini sebuah brand fashion terkenal asal Inggris Burberry melakukan hal yang tidak biasa. Burberry melakukan penghancuran terhadap produk-produk mereka yang tidak laku di tahun lalu. Tidak tanggung-tanggung, nilai produk yang mereka hancurkan senilai £28,6 juta atau Rp 539 miliar yang terdiri dari pakaian, parfum dan perhiasan.
Mungkin kita sebagai orang awam berpikir kalau produk senilai ratusan miliar tersebut lebih baik diobral dengan diskon tinggi saja. Sudah punya merek terkenal pasti banyak yang ingin membelinya, seperti hal nya produk-produk yang ada di pusat perbelanjaan. Namun ternyata Burberry memilih menghancurkan produk-produknya yang tidak laku bukan tanpa alasan.
Alasan mereka menghancurkan produk yang tidak laku adalah karena untuk melindungi brand serta mencegah barang tersebut dipalsukan atau dijual murah. Dan yang melakukan hal seperti ini tidak hanya Burberry saja, top brand yang lain seperti H&M, Gucci, Louis Vuitton. Bahkan ada perusahaan yang bersedia menarik produk mereka kembali dari pasar seperti Richemont, perusahaan yang menaungi Cartier dan Montblac dimana mereka harus membeli kembali jam tangan mewah mereka senilai 430 juta Poundsterling atau sekitar Rp 8 triliun dalam dua tahun terakhir.
Coba saja Anda bayangkan apa jadinya kalau produk yang harganya jutaan rupiah dan biasa dipakai oleh orang-orang menengah ke atas, kemudian tidak laku dan tiba-tiba dijual dengan harga jauh dibawah harga asli? Yang akan terjadi adalah orang dari kalangan menenang atau menengah ke bawah bisa mendapatkan produk tersebut dan bisa memakainya sehingga kesan ekslusif dan mahal dari sebuah brand seketika menjadi rusak.
Apa yang dilakukan oleh Burberry ini bisa menjadi pelajaran bagi kita bahwa melindungi brand itu adalah suatu hal yang wajib. Anda tidak harus menghancurkan produk yang sudah Anda buat tetapi sesuaikan dengan karakter brand Anda. Kalau karakter brand Anda eksklusif maka hindari diskon atau obral. Kalau karakter brand Anda macho, maskulin dan laki banget hindari menjual produk Anda ke laki-laki yang gemuk dan agak feminim. Kalau Anda jualan hijab syar’i maka hindari model atau endorsmen orang-orang yang kesehariannya tidak pakai hijab. Dan masih banyak lagi yang bisa Anda lakukan untuk melindungi brand Anda.
Ingat, brand itu salah satu aset tidak berwujud yang nilainya bisa jauh lebih besar dari aset yang berwujud. Lakukan apapun untuk melindungi brand Anda.
Demikian artikel ini mengenai belajar dari Burberry dalam melindungi brand dan menghindari pemalsuan produk. Terima kasih Anda sudah membaca sampai akhir dan sampai bertemu di artikel berikutnya.