Bismillah…
Ada satu tahap yang harus dilalui setiap pengusaha, saya menyebutnya tahap menahan malu.
Dalam tahap ini, pebisnis biasanya merilis produk yang, ya sesuai namanya, memalukan.
Kemasannya jelek, tampilannya jelek, kalau makanan rasanya aneh, cepat basi, kalau di kirim rusak, kalau produk fashion jahitannya tidak rapi, benangnya keluar-keluar, dll.
Pokoknya malu-maluin.
Bahkan Steve Jobs, yang terkenal perfeksionis pun, merilis produk yang memalukan. Kalau Anda memiliki versi pertama iPhone, atau pernah menggunakannya, Anda akan tau betapa jeleknya produk itu.
iPhone Generasi Pertama
Saya inget banget saat melihat om saya (paman), dateng kerumah membawa iPhone baru tersebut. Dan saya ingat banget, satu-satunya yang keren dari HP itu hanyalah slide to unlock.
Sisanya tidak lebih baik dari Nokia atau Blackberry yang banyak digunakan orang saat itu, bahkan cendrung lebih jelek. Tampilannya jelek, OS nya lambat, tidak bisa copy-paste, tidak ada colokan headphone, tidak bisa ngerekam video, dll.
Dan tentu saja, belum ada App Store, ini tahun 2007 lho (Catatan: App Store untuk iOS dirilis bulan Juli 2008.)
Saya mulai meyakinkan diri saya, bagusan Blackberry yang sudah saya gunakan saat itu daripada iPhone.
Kalau Anda baca review beberapa majalah dan website teknologi saat itu, banyak yang bilang iPhone generasi pertama adalah produk “cacat.”
Apa Apple ga mikir saat mau ngerilis produk?
Namun, saya inget saat itu Om saya bilang dengan antusiasnya: “ada rumor, versi selanjutnya udah mau keluar, keren banget, tunggu aja.”
Ternyata bener, tahun 2008 iPhone 3G rilis, dengan versi yang lebih cepat, baterai yang lebih baik, dll, dsb.
Dan tentu saja, Laris!
Dan saat itu beredar isu bahwa saat peluncuran iPhone generasi pertama, Steve Jobs sebenernya udah mengantongi iPhone 3G, artinya Ia sudah menggunakan generasi kedua, saat Apple merilis iPhone generasi pertama. Tapi kenapa tidak langsung dirilis?
Steve Jobs memahami apa yang banyak orang tidak pahami: Kesempurnaan membutuhkan waktu.
Perfection needs time. – Ferruccio Lamborghini
Steve Jobs menunggu… Menunggu apa? Momentum yang tepat.
Menunggu harga komponen elektronik turun untuk membuat produknya semakin bagus dengan harga yang masuk akal, menunggu bug di App
Store banyak yang beres, dan yang paling penting, menunggu idenya, visinya akan sebuat smartphone, diterima oleh orang lain, dan tentu saja, menunggu demmand meningkat untuk produk selanjutnya.
Sambil nunggu, dia ngapain? Ya jualan apa yang sudah ada. Versi 1.0, dapet duit, dapet feedback, dapet kritikan, dapet masukan.
Yang akhirnya mengarah lagi ke perbaikan dan kesempurnaan produknya (walaupun tidak ada yang sempurna di dunia ini, saya tetap menggunakan kata “sempurna” untuk menggambarkan pencapaian puncak sebuah produk.)
Bisnis yang baru mulai tidak punya waktu.
Kesempurnaan membutuhkan waktu, dan waktu, adalah sesuatu yang TIDAK DIMILIKI oleh pengusaha yang baru memulai bisnisnya.
Jika, kesempurnaan membutuhkan waktu, dimana waktu = uang.
Maka semakin lama waktunya = semakin banyak uang yang harus Anda keluarkan.
Jadi, menunggu kesempurnaan = menghabiskan uang.
Saat saya tanya teman saya, seorang pengusaha: Gazan Azka Ghafara, versi awal, atau versi 1.0 nya Zanana Chips itu pake kemasan plastik. Ga ada mereknya, saya kutip kata-katanya: “Jelek banget lah mas, malu-maluin.” Katanya.
Dengarkan obrolan saya dengan Yasa Paramita Singgih di Radio Kajian Bisnis Online dalam episode ke-53 disini, Anda juga akan mendapatkan pernyataan yang sama.
Namun lihat kemasan produk mereka berdua sekarang, professional!
Tanyakan 10 pengusaha, dari berbagai bidang, jawabannya tidak akan jauh-jauh. Pasti ada satu titik mereka harus menahan malu menjual produknya karena produknya belum siap.
Jika Anda malu dengan produknya, jual!
Polanya selalu sama, entrepreneur selalu memulai saat mereka belum siap. Dan selalu berjualan sambil menunggu suatu produk atau bisnis itu menjadi layak dan ideal.
Saya tidak menyarankan Anda untuk menjual produk yang jelek, belum jadi, atau mentah, namun jangan juga menunggu produknya buagus banget, baru jualan.
Jika menurut Anda produknya udah di kategori cukup bagus atau lumayan ya jual aja. Jangan nunggu desain dan kemasannya selesai.
Setelah ini, banyak yang bilang kesaya:
Tapi mas, packaging itu kan silent salesmen…
Dan jawaban saya selalu:
Iya, tapi kamu itu kan salesman yang ga silent, ya ngomong donk, jual produknya, jabarkan, jadilah salesman produkmu sendiri sampe packaging yang layak bisa kita dapet.
Produk kami sendiri: KIRIM.EMAIL sampai saat ini juga jauh banget dari yang ada di visi saya, jauh…
Tapi saya hanya fokus ke yang utama dulu: bisa mengirimkan email dalam jumlah besar dan tidak masuk ke SPAM.
Begitu 2 syarat itu tercapai, saya langsung jual, yang lain perbaiki, tambahin, kurangin, sambil jalan.
Alhamdulillah saat ini Kirim.Email sudah jauh berkembang, hampir setiap hari saya menerima masukan seperti di bawah ini melalui email ataupun Forum Kirim.Email:
Penggunaan sebuah produk adalah oksigen untuk ide-ide kita.
Priceless…
Masukan dari pengguna atau dari pembeli produk Anda adalah oksigen bagi ide-ide Anda, karenanya wujudkan idenya, jual apa adanya. Perbaiki, tambahi, kurangi, ulangi. Begitu terus sampai produknya berada di titik yang Anda mau.
Jika produknya tidak malu-maluin, Anda terlalu lambat.
Ada satu perkataan Matt Mullenweg (pendiri Automattic, induk perusahaan WordPress) yang selalu saya ingat sampai sekarang:
…if you’re not embarrassed when you ship your first version you waited too long. – Matt Mullenweg
Artinya, jika kita ga malu sama “versi pertama” dari produk kita, maka kita sudah menunggu terlalu lama. Artinya kita terlalu lambat.
Jadi, Anda pengen bisnis apa?
Sepatu? Cari produsen sepatu, tempelin merek, kemas pake plastik kalo perlu, jual.
Hijab? Aksesoris HP? Sama aja.
Liat poster di meja Mark Zuckerberg:
Banyakin shipping nya (ngirimnya, menghantarkannya ke tangan konsumen) jangan banyakan mengagumi idenya.
Ide itu gratis, eksekusinya yang mahal.
Lakukan terus sampe cashflow di bisnis kita mulai lancar, dan kita mulai bisa “membeli” waktu untuk menyempurnakan produknya.
Dalam bisnis, kita bisa membeli waktu dengan:
- Merekrut tim yang handal.
- Mengotomasi dengan aplikasi.
- Outsource, atau menyerahkan beberapa bagian ke bisnis/ individu lain.
Kalau udah disitu ya silahkan bikin produk gimanapun sesuai yang Anda mau.
Setelahnya, produk yang memalukan kini, akan jadi cerita lucu nanti.
-Fikry