Bismillah…
“Kolaborasi” adalah kata yang disukai, dipuja, dan terlalu sering digunakan dalam bisnis.
Agar diskusi Kita bisa fokus, maka kolaborasi yang Saya maksud disini adalah kolaborasi tim, atau internal di dalam perusahaan.
Kolaborasi juga adalah salah satu alasan kenapa perusahaan tetap mempertahankan karyawannya ke kantor. Sehingga tidak bisa kerja remote.
Memang, mungkin banyak hal baik terjadi dalam kolaborasi, tapi di sisi lain, kolaborasi adalah pembunuh massal berdarah dingin yang jumlah korbannya tidak bisa didata. Tenggelam dalam ilusi bahwa paling tidak Kita sudah mengusahakan solusinya bersama-sama.
Kolaborasi paling populer dalam internal perusahaan biasanya adalah brainstorm, dan seperti badai-badai lain (storm = badai), ia juga membuat kerusakan dalam jumlah besar dan menyapu banyak sekali kreativitas sampai hilang tanpa bekas, merusak potensi solusi terbaik sampai ke akar-akarnya.
Daftar Isi
Bersama untuk Biasa-biasa Aja
Konsensus atau kesepakatan bersama dari hasil kolaborasi seringnya adalah jalan pintas menuju hasil atau keputusan yang mediocre atau biasa-biasa saja.
Artinya, kolaborasi, dalam kondisi tertentu, akan menjadi lawan dari kesuksesan.
Seringnya hasil dari kesepakatan bersama ini sudah terkontaminasi rasa tidak enakan, rasa ingin menyenangkan semua pihak, menjaga perasaan atasan, melindungi karir di masa depan, dan tentu saja takut terlihat memalukan di depan teman-teman.
Jadi bagaimana ide yang lahir bisa bertahan hidup di tengah semua kontaminasi itu?
Semuanya untuk hasil yang mungkin tidak memberikan value atau nilai bagi Kita, orang-orang yang ikut kolaborasi, perusahaan, dan mungkin masyarakat.
Bagaimana sebenarnya Kita Menyelesaikan Masalah yang Pelik?
Sekarang coba perhatikan bagaimana Kita bisa menyelesaikan masalah-masalah yang pelik yang sudah pernah Kita lewati.
Atau, bagaimana Kita keluar dengan ide paling cerdas yang pernah Kita miliki?
Seringnya semua itu terjadi TIDAK dalam situasi Kita berkumpul bersama di depan whiteboard untuk brainstorming. Bukan dari hasil kolaborasi.
Sebaliknya, perhatikan sesi brainstorming terbaik yang pernah Kita lakukan, biasanya dimulai dengan satu orang yang sangat bersemangat dengan ide yang ia miliki. Si pemilik ide ini kemudian memimpin sesi brainstorming.
Lalu, saat selesai, peserta brainstorm lain seringnya tidak punya opini tambahan atau opini tandingan. Semua sepakat dengan idenya kemudian Kita jalankan. Jadi, peserta yang lain hanya menjadi partisipan, pada akhirnya ide dari satu orang itu yang membawa satu tim ini untuk maju.
Polanya adalah, ide-ide terbaik, terutama untuk masalah yang pelik, seringnya lahir saat Kita sendirian.
Sendiri tanpa Kesepian
Banyak sekali keuntungan untuk menyendiri dan tenggelam dalam pikiran Kita sendiri. Mendengarkan suara hati Kita sendiri.
Inilah sebabnya inspirasi sering muncul saat Kita sendirian, seperti saat berjalan, lari, olahraga, saat dalam perjalanan, di transportasi umum, di kamar mandi, saat mau tidur, saat baru bangun, dsb. Dan bukan saat melihat orang berteriak-teriak di depan whiteboard selagi brainstorm.
Karenanya menurut Saya:
Bisa sendiri tanpa merasa kesepian atau sedih, adalah skill penting yang harus dimiliki oleh seorang pengusaha, atau profesional yang banyak berhadapan dengan masalah yang rumit, dan berlapis.
Ide atau solusi awal yang lahir dari hasil pemikiran Kita itu sangat rapuh. Bentuknya terkadang masih abstrak. Ia bisa hancur berkeping-keping saat dikritik di fase rapuh ini. Ia harus berhadapan dengan keraguan yang muncul dari Kita sendiri, sebelum akhirnya bisa Kita buat menjadi lebih konkrit.
Bahkan setelah itu pun ide ini masih harus berhadapan dengan keraguan orang lain.
Karenanya, duduk dan mengeluarkan isi kepala Kita, baik itu ke buku catatan/ jurnal, atau menulis langsung di laptop/ komputer adalah langkah pertama ide-ide awal ini bertahan hidup.
Ide yang hanya menetap dalam kepala itu tidak ada gunanya. Namun terlalu tergesa-gesa mengeluarkannya akan mematikan potensinya.
Buku-buku terbaik tidak lahir dari brainstorm. Iklan-iklan terbaik adalah buah kreativitas dari 1 orang sebelum diteruskan ke tim kreatif. Film/ video yang melekat di kepala Kita seringnya dari hasil tulisan seorang penulis skrip.
Bukankah sudah Banyak Contoh Sukses Kolaborasi?
Bagaimana dengan kolaborasi yang berhasil seperti Indomie dengan Sandal Swallow?
Bukankah hal seperti ini hasil brainstorm juga?
Bisa jadi, tapi lagi, ini bukan kolaborasi tim melainkan kolaborasi eksternal antar brand. Kolaborasi seperti ini biasanya hanya terjadi sesekali. Sedangkan kolaborasi tim internal perusahaan, jika dibiarkan, bisa liar dan terjadi setiap hari.
Kapan Kolaborasi?
Kolaborasi itu tetap penting. Terutama saat Kita berhadapan dengan skenario seperti:
- Kondisi dimana Kita membutuhkan opini dari banyak pakar atau expert. Terutama dari berbagai cabang disiplin ilmu yang tidak Kita kuasai untuk memetakan masalah.
- Membahas masalah strategis dalam sebuah perusahaan/ organisasi. Terutama masalah fundamental.
- Mencari akar masalah (root cause), terutama jika masalahnya sudah berlangsung lama, dan sumbernya saling terhubung. Disini biasanya sumber data untuk memetakan masalah berada di beberapa divisi berbeda.
Kesamaan dari ketiga pola diatas adalah: Memetakan masalah. Selain 3 skenario diatas, kolaborasi menurut Saya sifatnya opsional. Malah bisa berbahaya, sehingga harus dihindari.
Mengetahui kapan waktunya untuk TIDAK berkolaborasi terkadang lebih penting. Dan kondisi dimana kolaborasi itu dihindari adalah saat:
- Mencari solusi awal dari sebuah masalah setelah Kita mengetahui dengan pasti apa masalahnya.
- Saat Kita harus memikirkan keputusan yang dampaknya bisa mempengaruhi banyak orang. Atau mungkin akan berdampak dalam jangka panjang.
- Saat titik awal proses kreatif, desain, konsep, proses, atau semua hal yang membutuhkan pemikiran mendalam untuk mencapai sebuah hasil.
- Semua yang sifatnya zero to one. Atau membuat inovasi yang belum pernah ada sebelumnya. Yang dimana Kita tidak memiliki referensi apapun, karena sesuatu itu belum pernah ada di dunia.
Dan skenario lain yang mirip seperti itu.
Mantra Saya pribadi adalah:
Bersama dalam memetakan masalah, sendiri memikirkan solusi, bersama lagi dalam menyempurnakan eksekusi.
Jika Kita visualisasikan, mungkin jadinya seperti ini:
Dari sini terlihat kolaborasi itu penting saat memetakan masalah dan saat menerima feedback/ masukan dari beberapa ide atau potensi solusi.
Duduk sendiri dengan pikiran Kita sendiri, hingga kemudian menemukan clarity, atau kejernihan berpikir, seringnya bisa memunculkan solusi yang lebih baik daripada terus-terusan duduk dan berkumpul bersama.
Inklusifitas atau berlepas diri dari kumpulan orang berperan penting dalam mencapai kejernihan berpikir ini.
Ilusi Bekerja
Dalam proses berpikir dan menyendiri, seringnya ini tidak terjadi di depan laptop. Tapi, seperti yang Saya tulis diatas, malah lebih sering saat Kita melakukan aktivitas saat sendiri, seperti: berjalan, berlari, olahraga, baca buku, dll.
Namun berpikir, terutama berpikir yang jernih untuk Saya adalah bagian penting dalam “bekerja” yang mungkin tidak terlihat seperti sedang bekerja.
Namun, Kita, terutama pengusaha, pekerja kreatif, dan profesional yang harus banyak berpikir, seringnya mengasosiasikan “bekerja” dengan duduk seharian di depan laptop.
Saya melihat sendiri bagaimana teman dekat Saya, salah seorang desainer paling kreatif yang Saya kenal, duduk berjam-jam di depan laptop tanpa melakukan apa-apa. Padahal jika diperhatikan, sebagian prosesnya dalam bekerja adalah berpikir.
Dan berpikir tidak harus dilakukan di depan laptop.
Kombinasi: Manajer + kolaborasi + ilusi bekerja ini menghasilkan tantangan yang luar biasa bagi Kita untuk bisa berpikir dengan jernih.
Manajer yang terus menginterupsi di group chat atau secara langsung, karena menilai bawahannya tidak bekerja. Dan sering mengajak meeting atas nama kolaborasi yang seringnya tidak ada nilainya bagi orang-orang yang hadir dalam meeting tersebut.
Perhatian dan energi mental Kita untuk berpikir mendalam itu merupakan sumber daya yang terbatas.
Bangun Pola Kerja yang Tenang
Salah satu kelebihan utama dalam membangun perusahaan yang full remote, atau bekerja jarak jauh seperti KIRIM.EMAIL adalah banyaknya ruang-ruang untuk menyendiri dan berpikir. Bagi pemilik perusahaan, manajer, maupun tim dibawahnya.
Tentu saja, pekerjaan tidak selesai hanya dengan berpikir, dan klien akan tetap butuh untuk mendengar Kami melaporkan hasil pekerjaan.
Namun mayoritas “keajaiban” dan inovasi lahir dari proses internalisasi ini.
Pelajari bagaimana Anda bisa membangun perusahaan yang tenang, bikin betah, dan produktif di Kelas Remote yang akan dibuat secara Online melalui UTAS.
Klik disini untuk melihat detailnya.
Atau lihat detailnya di poster di bawah ini:
Sampai ketemu dikelas.
-Fikry
- Shopee, Telegram, Jet Pribadi, dan Kemandirian Usaha - August 27, 2024
- KEPO 111: Konsekuensi Level 2 - August 22, 2024
- KEPO 110: Cyber Bullying Terhadap Bisnis: Penyebab dan strategi meresponnya - June 15, 2024