Bismillah…
Pada dasarnya, setiap hari, kita hampir tidak mungkin terlepas dari negosiasi. Besar maupun kecil. Saat belanja 100ribu, hingga transaksi ratusan juta.
Saat saya menulis artikel ini saja, saya baru selesai negosiasi dengan anak saya apakah mereka membersihkan kamar setelah main diluar, atau sebelum main diluar.
Kalau saya inginnya jelas, sebelum main diluar harus bersih dulu kamarnya. Kalau anak-anak? Jelas ingin langsung main diluar.
Terjadilah negosiasi. Dan ini masih di pagi hari.
Tidak lama kemudian, email penawaran yang saya kirimkan berisi undangan podcast ternyata dibalas. Ternyata, jadwal waktu undangan tamu podcast-nya dengan jadwal saya, tidak ketemu.
Jadi bagaimana? Tentu saja negosiasi lagi.
Setelah itu? Saya follow-up invoice pembayaran ke calon klien. Selanjutnya bisa Anda tebak, negosiasi lagi. Mereka minta waktu lebih untuk pembayaran.
Dalam kurun waktu kurang dari 1 jam itu saja, sudah terjadi 2-3 negosiasi. Dan lagi, ini masih di pagi hari. Harinya masih panjang dan mungkin akan ada beberapa negosiasi lagi setelah ini.
Jika Anda perhatikan, dalam sehari, mungkin hari Anda juga dipenuhi dengan negosiasi. Tentu saja tidak semuanya besar. Ada juga yang kecil-kecil seperti ke anak, saat memesan makanan, saat mencari parkiran, dll.
Dan semakin kesini, negosiasi semakin sering terjadi melalui email dan Whatsapp. 2 dari 3 negosiasi yang saya tulis diatas terjadi di email.
Tidak bertemu muka, tidak teleponan. Hanya melalui teks.
Dan mungkin juga, jika Anda perhatikan, negosiasi yang melalui teks biasanya lebih penting atau lebih bernilai daripada yang bertemu langsung.
Kehilangan Banyak Informasi
Dalam komunikasi, faktor penentu keberhasilan komunikasi terbesar adalah bahasa tubuh atau gesture. Faktor penentu keberhasilan kedua adalah intonasi, atau nada bicara. Yang ketiga barulah isi informasinya itu sendiri.
Intinya, apa yang Anda sampaikan itu tidak sepenting bagaimana Anda menyampaikannya.
Saat bernegosiasi melalui teks, kita tidak memiliki informasi tersebut.
Kita tidak tahu bagaimana ekspresi wajah si pengirim email.
Kita tidak tahu intonasi suaranya, karenanya kita tidak tahu apakah lawan bicara kita sedang senang, sedih atau marah.
Dan sebaliknya, kita juga tidak bisa menunjukkan gesture atau memperdengarkan intonasi.
Jadi yang kita miliki hanyalah isi informasi, berdasarkan kata-kata.
Jadi, mayoritas negosiasi kita saat ini, itu terjadi dalam konteks informasi yang tidak lengkap seperti ini.
Karenanya, negosiasi melalui email, WhatsApp, ataupun media lain berbasis teks, membutuhkan penyesuaian khusus.
Dan teknik khusus inilah yang akan saya bahas di:
KIRIM.EMAIL Podcast Premium
Episode perdana ini akan membahas Cara Negosiasi Melalui Email, WhatsApp, dan media lain berbasis teks.
Alhamdulillah, sejak kemarin di tayangkan, respon episode perdana KEPO Premium ini mendapatkan sambutan yang sangat baik.
Cara Mendengarkan KEPO Premium
Untuk bisa mendengar KEPO Premium ini, yang Anda lakukan, cukup login dengan akun KIRIM.EMAIL Anda, dan klik notifikasi sesuai gambar dibawah ini:
Jika keanggotaan akun KIRIM.EMAIL Anda sudah berakhir, silahkan perpanjang, ikuti petunjuknya di sini.
Jika Anda belum memiliki akun KIRIM.EMAIL, silahkan langsung mendaftar di sini.
Jika Anda sama sekali belum pernah mendengarkan KEPO: KIRIM.EMAIL Podcast sebelumnya, klik di sini untuk mendengarkan seluruh episode, saat ini ada 61 episode yang sudah tayang. InsyaAllah akan bisa menemani perjalanan Anda dari Anyer sampai Surabaya non-stop, jika Anda lewat darat.
Dan seperti biasa, jika Anda memiliki pertanyaan, silahkan balas artikel ini.
Sampai ketemu di episode podcast selanjutnya, insyaAllah.
-Fikry
- KEPO 113: Kenapa Kita Tetap Harus Membuat Rencana Walau Rencana Sebelumnya Gagal Terus Menerus - December 7, 2024
- KEPO 112: Marketing Dalam 17 Menit - October 12, 2024
- Shopee, Telegram, Jet Pribadi, dan Kemandirian Usaha - August 27, 2024