fbpx

Kerja Remote “Pasca” Pandemi

Bismillah…

Dengan mulai menurunnya kasus COVID-19, maka itu artinya juga mulai normal kembali beberapa aktivitas masyarakat seperti biasa.

Hal ini terlihat jika Anda tinggal di dekat lokasi wisata seperti Saya. Wisatawan domestik mulai berdatangan, dan lokasi wisata serta fasilitas disekitarnya mulai ramai sejak bulan Agustus 2021. Fenomena ini sering disebut juga dengan wisata balas dendam, ini dikarenakan untuk beberapa orang, liburan terakhir kali terjadi di awal 2020. Alias sudah lebih dari 1 tahun yang lalu.

Di satu sisi ini momentum yang sangat baik. Usaha yang sudah hampir mengibarkan bendera putih kini mulai berjalan lagi. Kemungkinan besar akan butuh waktu untuk memulihkan kembali usaha yang terkena dampak, namun baiknya Kita mensyukuri dulu masih bertahannya beberapa usaha.

Bisa Karena Terpaksa

Keadaan memaksa lebih banyak perusahaan untuk mengubah secara radikal proses usahanya, salah satunya adalah dengan mempekerjakan seluruh karyawannya secara remote, atau di Indonesia sering disebut WFH, dan ternyata, sebagian besar baik-baik saja.

Kekhawatiran yang banyak ditanyakan ke Kami dulu seperti:

  • Bagaimana jika karyawan tidak bekerja?
  • Bagaimana mengawasi mereka?
  • Apakah bisa kerja dirumah sambil ngurus anak dan tetap produktif?

Ternyata sudah terjawab dengan sendirinya setelah setahun lebih Kita melakukannya bersama.

Dari sisi dunia usaha, terutama usaha menengah ke besar, saat ini mungkin sudah banyak pengusaha yang sadar, bahwa mereka bisa meninggalkan kantornya selama satu bulan bahkan satu tahun lebih dan ternyata tidak terjadi apa-apa.

Kantornya masih ada, tidak kebakaran Alhamdulillah. Perusahaannya masih menghasilkan dengan baik. Produktivitas tidak berubah banyak

Komunikasi tetap lancar walau sebagian bahkan semua pekerjanya saat ini bekerja dari rumah. Dalam beberapa kasus bahkan pegawai jadi lebih bahagia karena tidak harus ke kantor.

Namun pandemi menjadi imprint bagaimana kerja remote. Dan menurut Saya, sayangnya hasil WFH dari pandemi imprint yang kurang baik.

Apa itu imprint?

Menurut Lorenz (1935), imprinting bisa disederhanakan menjadi: “Kemelekatan mahkluk hidup kepada satu objek besar yang ia temui.”

Lorenz kemudian bereksperimen dengan seekor anak angsa yang baru menetas dari telurnya. Anak angsa itu kemudian mengikutinya kemana-mana dan menganggap Lorenz seperti ibunya.

Dalam konteks pandemi COVID-19, maka manager dan pekerja kantoran diposisikan sebagai anak angsa, lalu kombinasi antara media, pemerintah, dan pandemi menjadi objek besarnya.

Kebanyakan pemilik usaha dan manager, tidak tahu harus berbuat apa saat pandemi menyerang (telur angsa menetas), lalu kemudian keluarlah larangan kerja di kantor, ramainya orang menggunakan Zoom, kerja di rumah, “new normal”, dll (objek/ kejadian besar.) Kemudian sebagian besar manager dan pelaku usaha mengikuti pola tersebut.

Ini imprint yang kurang baik bagi kerja remote atau WFH, karena: “kerja pandemi” tidak sama dengan kerja remote.

Dari sini Saya akan menyebutkan kerja pandemi untuk menggambarkan pola kerja yang sekarang umum di Indonesia (dan mungkin banyak negara di dunia) saat pandemi. Dan kerja remote sebagai pola kerja tanpa kantor yang sudah kami lakukan sejak 2016.

Kerja Remote BUKAN Memindahkan Pola Kantor ke rumah

Kerja pandemi yang umum terjadi adalah memindahkan pola kerja kantor ke rumah. Itu artinya ikut beserta semua meetingnya. Sedangkan perusahaan yang kerja remote, nyaris tidak pernah meeting. Apalagi dengan aplikasi video conference seperti Zoom.

Catatan: konteks meeting yang Saya maksud adalah meeting internal organisasi atau dengan anak perusahaan. Bukan dengan perusahaan ke calon klien misalnya.

Dalam pola kerja remote tidak ada Zoom meeting 24 jam, kerena itu artinya sama saja tidak bekerja. Dan lagi, ngobrol dengan sesuatu seperti Zoom itu sangat melelahkan.

Kerja remote dengan membawa pola kantor, sama dengan memotong balok kayu dengan palu. Pada akhirnya, mungkin balok kayunya akan terbelah dua juga. Tapi ada alat yang lebih sesuai, ada cara yang lebih tepat.

Jadi komunikasinya bagaimana? Sebagian besar tertulis, namun bukan dengan group chat seperti WhatsApp, tetapi dengan pola komunikasi tidak langsung, atau sering disebut: Asynchronous communication.

Prinsipnya mirip dengan menulis email. Sedetail yang Anda bisa, dan Anda kemudian mengirimkan emailnya, lalu menunggu pihak sana membalas.

Saya sudah membahasnya dengan detail di sini, atau di beberapa episode podcast yang bisa Anda dengar di sini.

Kerja Remote tidak sama dengan WFH

Seperti yang Saya katakan di awal tulisan ini, kerja pandemi tidak sama dengan kerja remote. Kami yang sudah bekerja remote sejak 2016 pun baru kali ini bekerja dalam situasi pandemi, dan memang sama sekali berbeda.

Kami tidak seterusnya kerja di rumah. Motto di KIRIM.EMAIL adalah: Bekerjalah dari tempat yang membuatmu bahagia.

Jadi jika memang yang membuat Kita bahagia itu bekerja dari co-working space, cafe, atau dari warung kopi misalnya, maka silakan. Saya pribadi beberapa kali menyelesaikan pekerjaan di lokasi seperti pantai, gunung, atau sungai, karena Saya membutuhkan kejernihan berpikir.

Dan tim kami di KIRIM.EMAIL juga sudah terbiasa liburan di hari kerja.

Tidak selamanya bekerja di rumah itu bisa produktif, dikarenakan kondisi rumahnya, atau distraksi yang ada di rumah seseorang.

Karenanya Kami juga sering bekerja dari tempat lain. Bahkan jika masih berada di dalam satu kota yang sama, Kami masih beberapa kali ketemuan. Saya rutin bertemu dengan tim di Bandung.

Pandemi menutup opsi ini juga untuk Kami yang memaksa kami dan mungkin pekerja remote lain untuk bisa bekerja hanya dari rumah.

Inilah kenapa Saya tidak setuju kerja remote disamakan dengan WFH, karena memang tidak sama. Beberapa dari pekerja remote terbiasa dengan pilihan. Ia bisa memilih untuk bekerja dari mana saja. Dan pandemi menghilangkan sebagian besar pilihan itu.

Hubungan dengan keluarga

Salah satu sisi yang juga terdampak pandemi adalah hubungan dengan keluarga. Dalam keseharian pekerja remote, biasanya anak pergi ke sekolah, istri kadang belanja atau beraktivitas.

Yang tinggal bersama orang tua, kadang orang tuanya juga masih beraktivitas. Dan pandemi menutup semua aktivitas itu dan memaksa semua tinggal di rumah.

Itu artinya, kondisi awalnya, beberapa rumah pekerja remote juga relatif sepi di jam kerja atau jam sekolah karena adanya aktivitas di luar rumah. Itu artinya seseorang bisa bekerja dengan situasi yang relatif tenang dan sepi. Paling tidak hingga anak pulang sekolah, suami/ istri pulang bekerja, atau orang tua kembali ke rumah.

Kondisi sepi dan tenang bisa memiliki kontribusi positif dalam menghasilkan pola kerja yang produktif.

Sedangkan saat pandemi, anak-anak mulai sekolah di rumah. Suami/ istri bekerja dari rumah. Dan orang tua juga tidak bisa meninggalkan rumah. Kondisi ini menimbulkan perubahan pada pola kerja pekerja remote.

Hal ini ditambah dengan tidak tersedianya tempat kerja alternatif seperti co-working space yang sudah Kita bahas di atas, semakin menambah daftar perubahan yang dialami pekerja remote.

Kerja Remote juga terdampak pandemi

Mungkin kesimpulan dari tulisan ini adalah kebanyakan pekerja remote juga terdampak pandemi. Seperti yang Anda lihat diatas, kondisi pandemi ini juga sebenarnya relatif baru bagi banyak pekerja remote.

Belum lagi jika kita membahas masalah kesehatan, beberapa pekerja remote juga positif COVID-19. Termasuk Kami di KIRIM.EMAIL walaupun bisa dikatakan 100% sudah bekerja dari rumah, dan mayoritas aktivitasnya di rumah.

Namun, memang karena pada dasarnya kondisi kerja perusahaan remote lebih fleksibel, maka penyesuaian diri menjadi relatif lebih cepat.

Tidak sulit mengubah kebiasaan hidup sehat seperti memulai hari dengan olah raga, seperti sepeda, atau panahan kalau untuk Saya. Dikarenakan jam kerja yang relatif fleksibel.

Tidak adanya meeting dan pertemuan yang intens, juga pola kerja yang relatif lebih tenang juga lebih mendukung untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

Pemberitaan Media tentang WFH Mengaburkan Pentingnya Kerja Remote

Namun mari Kita kembali ke diskusi yang lebih penting. Kerja remote bukan hanya tentang bekerja dari rumah atau dari mana saja. Malah menurut Saya itu bagian yang paling kecil dari sesuatu yang lebih penting.

Kerja remote artinya mengakses bakat-bakat terpendam di seluruh Indonesia. Banyak orang jenius di Indonesia, tapi kesempatannya tidak sama.

Seseorang yang tinggal di luar pulau Jawa, mungkin tidak memiliki kesempatan yang sama dengan yang tinggal di pulau Jawa, terutama Jakarta. Padahal bisa jadi ada bakat dan skill yang kita butuhkan di sana, dan bakat tersebut jadi tidak bisa kita manfaatkan hanya karena alasan sepele seperti harus datang ke kantor.

Kerja remote artinya tidak berkontribusi lebih banyak ke kemacetan. Karena menurut Saya, lucu sekali Kita mengeluh macet, tapi terus saja ikut berkontribusi memacetkan dengan pergi ke kantor.

Dan akhirnya kerja remote artinya kebebasan bertanggung jawab. Mendewasakan manusia yang memang sudah dewasa. Memberikan kepercayaan pada seseorang untuk melaksanakan amanah dan tanggung jawabnya.

Menurut Saya ini yang paling menantang. Banyak perusahaan mengatakan bahwa mereka “keluarga”, tapi tidak mempercayakan anggota keluarganya untuk bekerja tanpa diawasi berlebih.

Jadinya istilah “keluarga” hanya digunakan sebagai alasan untuk menormalisasi kerja berlebihan atau overwork. Yang pada akhirnya hanya menguntungkan satu sisi, perusahaan.

Dan sayangnya, pemberitaan WFH yang ramai di media memberikan imprint yang kurang baik terhadap kerja remote sebagai alternatif pola kerja yang lebih baik.

Hidup bukan hanya bekerja, ada banyak sekali tanggung jawab yang harus Kita jalankan kepada keluarga, masyarakat, bangsa, dan agama. Dan fleksibilitas kerja remote mungkin adalah salah satu cara Kami memperjuangkan semuanya.

Momentum yang Hilang?

Saat ini di beberapa negara barat sedang ramai yang namanya The Great Resignation, atau pengunduran diri secara besar-besaran dari tempat kerja.

Angka berhenti kerja atau resign mencapai titik tertinggi dalam satu dekade ini di Amerika. Dan salah satu alasan terbesarnya? Karena kebanyakan orang sudah terbiasa kerja dari rumah.

Kerja Remote “Pasca” Pandemi - 1

Beberapa pekerja bahkan rela hanya dibayar 60% dari penghasilannya sekarang selama mereka bisa bebas bekerja dari rumah.

Kerja Remote “Pasca” Pandemi - 2

Mulai banyak orang yang sadar bahwa menjadi produktif tidak lagi harus ke kantor. Bahwa sebagian besar pekerjaan bisa selesai tanpa ke kantor. Dan mungkin orang-orang juga sudah lelah ke kantor, habis waktu untuk sesuatu yang sia-sia.

Tapi sepertinya beberapa perusahaan tetap kukuh ingin mengembalikan semuanya ke kantor, bahkan di saat efektifitas kerja online sudah terbukti.

Kerja Remote “Pasca” Pandemi - 3

Google bahkan terang-terangan “mengancam” pekerja remote pemotongan gaji hingga 25%. Apakah ini artinya momentum yang hilang untuk mengadopsi kerja remote?

Untuk yang Ingin Mencoba?


Jika Anda ingin memulai membangun organisasi atau perusahaan full remote seperti di KIRIM.EMAIL, Kami memiliki banyak sekali sumber dokumentasi yang bisa Anda pelajari di sini:

Jika Anda seorang pekerja yang membutuhkan pekerjaan di perusahaan remote, silahkan kunjungi:

Jika Anda benar-benar serius ingin membangun perusahaan full remote, kami sudah membuat panduan lengkapnya di sini.

Atau jika Anda ingin belajar secara offline langsung dengan Saya, Anda bisa mengikuti acara berikut ini :

Kerja Remote “Pasca” Pandemi - 4

Selamat mencoba. Bekerjalah dari tempat yang membuatmu bahagia.

-Fikry .

Fikry Fatullah
Latest posts by Fikry Fatullah (see all)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *